REPUBLIKA.CO.ID, MALANG – Pedagang apel di Malang, Jawa Timur, meminta maaf atas aksi membuang apel afkir atau busuk dari gudang ke pinggir jalan. Permintaan maaf tersebut disampaikan seorang pedagang apel, Susilo dalam surat pernyataan resmi, Ahad (10/2), selang beberapa saat setelah video membuang apel tersebut disebar ke media sosial.
"Dengan ini menyesali perbuatan saya melakukan pembuangan apel dan saya upload ke jejaring sosial, saya mohon maaf ke petani, kepada pemerintah, kepada seluruh rakyat Indonesia. Saya berjanji tidak akan mengulangi membuang apel yang rusak," demikian isi surat pernyataan permohonan maaf Susilo.
Dalam surat permohonaan maaf tersebut, Susilo mengakui perbuatannya menjadikan ketersinggungan publik dan para petani lain, sehingga, siap menjalani proses hukum bila melanggar UU terkait menyampaikan pendapat di muka umum.
"Sebenarnya buah apel yang saya buang adalah yang tidak layak konsumsi dan tidak laku di pasaran. Saya khilaf bahwa buah sejenis itu bisa diolah menjadi kripik dodol, jus atau sejenisnya. Sekali lagi, saya minta maaf atas kejadian tidak etis dan tidak sopan ini," kata Susilo.
Ketua Asosiasi Apel Pasuruan dan Malang, Agus Abdullah menegaskan apel yang dibuang merupakan apel manalagi. Apel tersebut lama disimpan di gudang.
"Sehingga besem atau busuk. Saat ini harga apel baik, untuk grade-A Rp 10 ribu per kg dan grade-B Rp 7 ribu per kg," tuturnya.
Di tempat terpisah Dirjen Hortikultura Kementan Suwandi menjelaskan, Malang dan Pasuruan merupakan daerah sentra apel. Di kawasan buah apel itu tumbuh usaha di hulu, onfarm, hilir hingga tata niaganya.
"Setidaknya ada tiga jenis apel yang dominan berkembang yaitu apel manalagi, apel ana dan rome beauty," jelasnya.
Suwandi menyebutkan, pihaknya telah menangani komoditas apel dari hulu hingga hilir, sehingga tumbuh berkembang. Hingga saat ini harga masih aman meskipun sedang musim mangga dan rambutan sebagai pilihan konsumsinya.
"Ini buah reject pun masih bisa diolah menjadi kripik, dodol, cuka apel, jus, konsentrat dan lainnya. Bahkan limbah pun bisa diolah menjadi kompos tanaman maupun pakan ternak. Jangan dibuang-buang, tapi dimanfaatkan sehingga memiliki nilai ekonomi," pintanya.
Perlu diketahui, kejadian ini sebenarnya terulang dari petani cabai di Demak membuang cabai busuk di jalanan, pedagang buah naga di Banyuwangi membuang buah naga reject ke sungai dan pengojek sayur di Kerinci membuang kentang kecil dan kubis rusak tidak layak konsumsi.
"Jangan sampai kejadian ini terulang lagi karena tidak mendidik publik dan tidak baik membuang rezeki nikmat dari Allah," pungkas Suwandi.