Kamis 07 Feb 2019 18:45 WIB

Kata Jasa Marga Soal Tarif Tol Trans-Jawa yang Dinilai Mahal

Tidak ada pemaksaan perusahaan logistik menggunakan jalan tol.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Mobil melintas di jalan tol Jombang-Mojokerto (JOMO) Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (21/1/2019).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Mobil melintas di jalan tol Jombang-Mojokerto (JOMO) Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (21/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku logisitik menganggap tarif Tol Trans Jawa sangat mahal hingga mencapai satu juta lebih dari Jakarta menuju Surabaya. Mengenai hal tersebut, Head of Corporate Finance Jasa Marga Eka Setya Adrianto mengatakan penghitungan tarif Tol Trans Jawa sudah berdasarkan tender.

Eka mengatakan tidak ada pihak manapun yang memaksa pelaku logistik menggunakan jalan tol. “Jadi, itu (menggunakan Tol Trans Jawa) pilihan. Kalau mereka merasa mahal, ya lewat luar, kalau merasa advantage lewat dalam (tol),” kata Eka di Menara BCA, Kamis (7/2).

Di sisi lain, Eka menilai pelaku usaha logistik sebenarnya dapat memanfaatkan waktu pengiriman barang lebih singkat saat menggunakan jalan tol. Meskipun harus membayar tarif tol lebih mahal namun jika mampu mendapatkan pendapatan yang juga meningkat maka tidak ada kerugian.

“Kalau dia (pelaku usaha logistik) dapat revenue dua kali lipat karena bisa bolak-balik lebih cepat harusnya bisa balancing cost-nya,” ujar Eka.

Eka menuturkan, waktu tempuh menggunakan Tol Trans Jawa hanya 11 jam jika dihitung tanpa istirahat. Sementara, jika menggunakan jalur nasional membutuhkan waktu 21 jam dan juga belum lagi ditambah waktu untuk istirahat.

Baca juga, Pengusaha Minta Tarif Tol Trans-Jawa Turun 20 Persen

“Jadi kalau hidup itu jangan memikirkan reduce cost terus. Seharusnya bagaimana meningkatkan revenue dan selanjutnya net income-nya naik,” tutur Eka.

Waktu tempuh menggunakan Tol Trans Jawa yang lebih cepat, menurutnya dapat mendorong produktivitasnya. Sehingga, Eka mengatakan pelaku usaha logistik memiliki peluang untuk mencari keuntungan lebih banyak.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengharapkan tarif Tol Trans Jawa bisa turun 20 persen. Wakil Ketua Umum Aptrindo Nofrisel menuturkan saat ini sudah banyak pengusaha truk yang memilih menggunakan jalur Pantura daripada Tol Trans Jawa.

“Tergantung para pengusahanya sendiri, tetapi rata-rata di antara mereka banyak yang mencoba untuk mensiasatinya dengan menggunakan jalur nontol,” kata Nofrisel.

Nofrisel menjelaskan, struktur biaya logistik dalam moda transportasi yang termahal melalui jalur udara. Baru setelahnya termurah yaitu darat, kereta api, dan yang paling sedikit biayanya yaitu jalur laut.

Nofrisel  mengakui jalur darat termasuk komponen struktur biaya cukup tinggi. “Kalaupun kita coba bangun tol di mana-mana tapi tidak diikuti dengan ketersediaan barang, pada akhirnya bukan hanya tolnya yang penting, barang yang dibawa ada tidak? Begitu barangnya terbatas atau kurang, maka kerasa sekali struktur biaya menjadi sangat mahal,” jelas Nofrisel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement