Jumat 01 Feb 2019 06:23 WIB

Antisipasi Brexit, Unilever Lakukan 'Penimbunan'

Penjualan kuartal keempat Unilever lebih rendah dari perkiraan.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Logo unilever
Foto: wikipedia
Logo unilever

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Unilever menimbun es krim di Inggris dan deodoran di benua Eropa. Hal ini dilakukan untuk menjaga adanya gangguan pasokan jika tidak ada kesepakatan Brexit.

Produsen es krim terbesar di dunia ini melakukan stok tambahan dalam beberapa pekan. Hal ini dilakukan guna menghindari jika terjadi keterlambatan pasokan.

Begitu juga dengan produk deodoran di Eropa termasuk Axe, Dove dan Rexona yang diproduksi di Inggris. "Beberapa minggu inventaris tambahan adalah salah satu langkah penting yang kami ambil untuk memastikan bahwa kami meminimalkan gangguan pada pelanggan dan konsumen kami," kata Kepala Eksekutif Unilever Alan Jope, Kamis (31/1).

Ia mengatakan, yang dilakukan perusahaan adalah meningkatkan persediaan mingguan, bukan bulanan untuk barang-barang kemasan konsumen. "Salah satu pelajaran yang kami pelajari berulang kali adalah ketika Anda membangun inventaris, seringkali bukan campuran produk yang tepat," ujarnya.

Untuk mengantisipasi risiko jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, Unilever mengambil tindakan pengamanan stok. Hal ini dilakukan untuk menjaga impor dan ekspor tetap lancar.

Selain produk jadi, Unilever juga menambah stok bahan baku seperti kaleng aluminium dan kardus. Biaya logistik semacam itu termasuk yang dikeluarkan perusahaan Inggris-Belanda tahun ini untuk persiapan Brexit.

Sementara itu, penjualan kuartal keempat Unilever lebih rendah dari perkiraan. Hal ini karena adanya masalah di Amerika Latin dan pertumbuhan yang lemah di pasar negera maju.

Produsen sabun Dove dan es krim Ben & Jerry ini menyebut penjualan pada kuartal keempat naik 2,9 persen. Padahal analis rata-rata memperkirakan pertumbuhan bisa mecapai 3,5 persen.

Unilever melaporkan pertumbuhan penjualan setahun penuh sebesar 3,1 persen. Angka ini sejalan dengan perkiraan pertumbuhan di kisaran 3 hingga 5 persen.

"Tentu saja kami lebih suka bagian atas dari perkiraan, tetapi dalam kondisi pasar yang tidak pasti saat ini, saya harap kita bisa di bagian bawah," kata Jope.

Pada kuartal keempat, Unilever menyebut Argentina sebagai masalah. Sebab, negara tersebut mrupakan 2,5 persen dari keseluruhan bisnisnya.

Namun hiperinflasi yang terjadi menyebabkan harga melonjak lebih dari 50 persen. Kondisi ini juga membuat volume penjualan Unilever turun lebih dari 20 persen.

Hal yang sama terjadi di Eropa, meski ada pertumbuhan penjualan 0,8 persen di wilayah tersebut. Secara keseluruhan, penjualan di pasar negara maju hanya tumbuh 0,4 persen pada kuartal ini.

Perusahaan pun menyalahkan penurunan penjualan di Prancis dan tekanan kompetitif di Amerika Utara, khususnya untuk es krim dan mayones.

Seperti diketahui, omzet Unilever setahun penuh mencapai 49,6 miliar euro atau 57,05 miliar dolar AS. Angka omzet ini tidak termasuk bisnis dan divestasi dengan penjualan dasar Unilever naik 3,1 persen.

Pendapatan dasar dalam satu tahun penuh adalah 2,36 euro per saham. Ini melebihi estimasi di angka 2,31 euro per saham.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement