Rabu 30 Jan 2019 15:04 WIB

DPR RI Minta Menko Darmin Jangan Bicara Impor Jagung

Produksi jagung saat ini melimpah karena memasuki musim panen raya.

Red: EH Ismail
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Roem Kono saat panen raya jagung di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Rabu (30/1).
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Roem Kono saat panen raya jagung di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Rabu (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Ketua Komisi IV DPR RI, Roem Kono menyayangkan kebijakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution yang kembali membuka keran impor jagung untuk pakan ternak hingga pertengahan Maret 2019. Pasalnya, produksi jagung saat ini melimpah karena berbagai daerah sedang memasuki musim panen raya.

"Perlunya impor jagung itu kan hanya pendapat Pak Menko Darmin saja jika dilihat dari sisi ekonomi. Tapi dilihat dari fakta lapangan tidak begitu, justru awal 2019, kita sedang menghadapi panen raya jagung. Pak Menko Darmin sebaiknya turun ke lapangan," kata Roem saat panen raya jagung di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Rabu (30/1).

Berdasarkan fakta tersebut, Roem meminta Menko Darmin melihat karya-karya petani jagung. Selain Gorontalo, daerah yang memasuki panen raya saat ini yakni Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera serta hampir seluruh Indonesia akan panen.

"Jadi, sebaiknya jangan terlalu banyak bicara impor jagung. Impor itu diperlukan hanya sewaktu-waktu saja dan memang kondisi produksi jagung Indonesia hingga saat ini sudah mencapai swasembada," tegasnya.

Roem menjelaskan, selama volume impor masih di bawah 10 persen, produksi dalam negeri dapat disimpulkan mencapai swasembada. Terbukti, pada 2019, impor jagung hanya 30 ribu ton, sementara produksi jagung 3 sampai 4 juta ton.

"Jadi impor 30 ribu ton itu tidak perlu dibesar-besar. Seharusnya yang kita bicarakan produksi pada Januari 2019 mencapai 1,2 juta ton," jelasnya.

Roem pun menambahkan, untuk produksi di Gorontalo saja di Januari 2019 mencapai 300 ribu ton. Kemudian, produksi jagung secara nasional hingga Maret 2019 mencapai 3 sampai 4 juta ton.

"Jangan sampai hasil kerja keras petani diabaikan, demi segelintir orang yang menikmati keuntungan. Jadi ketersediaan jagung dalam negeri aman. Jumlah impor saja kan 30 ribu ton masih jauh di bawah produksi di Gorontalo," jelasnya.

Lebih lanjut Roem menegaskan, melihat fakta lapangan dan data tersebut, Menko Darmin tidak etis membicarakan ke publik tentang perlunya impor. Namun hal itu sebaiknya dibicarakan pada rapat koordinasi saja.

"Jadi sekali lagi saya tegaskan Pak Menko Darmin harus turun ke lapangan, lihat fakta data lapangan. Saya optimis produksi jagung kita saat mencukupi kebutuhan," pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Gorontalo, Rusli Habibi mengatakan di 2018, produksi jagung di Gorontalo sangat membanggakan. Hal ini terlihat dari Gorontalo mampu mengekspor jagung yakni 113 ribu ton, padahal ditargetkan 58 ribu ton.

"Kenapa ini bisa dicapai? Karena Kementan memberikan bantuan bibit unggul dan tidak melalui tender, pupuk pun turun tepat waktu, dikawal oleh TNI," tuturnya.

Terpisah, petani jagung Desa Mardingding Kecamatan Mardingding Kabupaten Karo, Rosanta Boru Karo Sopian Ginting mengatakan ,bantuan benih jagung dari pemerintah turun tepat waktu. Hasilnya, saat ini telah dipanen 10 sampai 12 ton per hektar dan harga Rp 4.500 per kg.

"Kami bersyukur sekarang jagung banyak berton-ton. Jangan datangkan dari luar (red. Impor), masih dari dalam saja masih banyak, supaya harga tetap tidak berkurang. Jadi, datanglah ke Mardingding, datanglah sekali-sekali ke sini. Kami lagi panen jagung," tuturnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, Sarjana Purba mengatakan saat ini sedang panen raya jagung seluas 6 ribu hektare dan masih ada 25 ribu belum dipanen, hasilnya berkisar 10 ton per hektar.

"Panen jagung awal 2019 ini banyak. Kami optimis tidak butuh impor," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement