Jumat 25 Jan 2019 16:51 WIB

Pasar Keuangan Indonesia Diserbu Dana Asing Rp 19,2 Triliun

Derasnya dana asing menggambarkan keyakinan pelaku pasar global terhadap Indonesia.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Dana Asing (ilustrasi)
Foto: IST
Dana Asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana asing yang masuk ke pasar keuangan domestik dalam tiga pekan terakhir mencapai sekitar Rp 19,2 triliun. Aliran dana asing ini turut menambah suplai valuta asing dan memperkuat nilai tukar rupiah pada awal tahun ini.

Jika melihat kurs tengah BI, nilai tukar rupiah pada hari ini, (Jumat, 25/1) sebesar Rp 14.163 per dolar AS. Nilai tukar rupiah ini menguat dua persen dibanding awal tahun pada 2 Januari sebesar Rp 14.465 per dolar AS.

"Modal asing yang masuk ini juga menjadi faktor kenapa nilai tukar terus stabil, bahkan dalam beberapa hari terakhir ini terus menguat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (25/1).

Aliran modal asing masuk Rp 19,2 triliun itu sejak 2-24 Januari 2019. Sebanyak Rp 8,02 triliun dari modal asing itu masuk ke Surat Berharga Negara (SBN), sedangkan sisanya ke saham dan obligasi korporasi.

Derasnya dana asing yang masuk itu, ujar Perry, menggambarkan keyakinan pelaku pasar global terhadap perbaikan dan kebijakan yang diterapkan BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pemerintah Indonesia. "Ini kepercayaan diri terhadap prospek ekonomi Indonesia. Terbukti dari masuknya aliran modal asing di tengah kondisi global yang masih tidak menentu," ujar dia.

Dalam beberapa waktu ke depan, kata Perry, Bank Sentral akan terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga lain di industri keuangan untuk menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Dengan begitu, sentimen positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah di perdagangan akan terjaga.

Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 Januari 2019, Bank Sentral memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar enam persen untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.

BI menilai, pertumbuhan ekonomi dunia saat ini masih melandai, tapi ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda. "Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang terbatas. Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish (menahan suku bunga) dan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate (FFR)," kata Perry.

BI juga menilai, pertumbuhan ekonomi Eropa juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula memengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (Europan Central Bank/ECB).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement