Jumat 18 Jan 2019 02:04 WIB

Pertamina: Kilang Plaju Pilot Project Green Energy

Green energy merupakan bisnis masa depan yang banyak dinantikan pasar dunia.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memberikan sambutan saat pembukaan Pertamina Energy Forum (PEF) 2018 di Jakarta, Rabu (28/11).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memberikan sambutan saat pembukaan Pertamina Energy Forum (PEF) 2018 di Jakarta, Rabu (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan Kilang Plaju menjadi pilot project dalam pengolahan minyak sawit menjadi bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan. Hal ini juga sekaligus untuk menjawab tantangan dunia agar bisnis migas mulai move on dari sumber energi fosil menuju green energy.

Green energy merupakan bisnis masa depan yang banyak dinantikan pasar dunia. Indonesia memiliki sumber green energy yang besar utamanya minyak sawit. Untuk itu, Pertamina akan terus mengembangkan green energy dengan pilot project di Kilang Plaju,” ujar Nicke.

Pengembangan green energy di Kilang Plaju, lanjut Nicke, akan menghemat kas perseroan hingga US$ 160 juta atau Rp 2,3 triliun per tahun, sekaligus mengurangi impor minyak hingga 7,36 ribu barel per hari (bph).

“Pengembangan Green Refinery sekaligus upaya Pertamina menyukseskan program pemerintah untuk perluasaan penggunaan B20 serta mengurangi impor BBM sehingga cadangan devisa akan terjaga,” imbuh Nicke.

Dalam jangka panjang, Pertamina telah melakukan kerjasama dengan ENI, perusahaan minyak asal Italia yang menjadi pelopor konversi kilang pertama di dunia, untuk mengembangkan kilang-kilang Pertamina menjadi green refinery. Kerjasama ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam menyediakan bahan bakar ramah lingkungan sekaligus mengoptimalkan sumber daya alam dalam negeri untuk menciptakan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.

Pertamina juga menjajaki kerjasama dengan PTPN untuk suplai kelapa sawit sebagai bahan baku green-fuel, agar bahan bakar yang dijual tetap terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

Konversi Kilang Plaju menjadi Green Refinery pertama di Indonesia telah dilakukan melalui serangkaian kajian dan ujicoba. Pada Agustus – September 2018, telah dilakukan ujicoba dengan metode Advanced Cracking Evaluation (ACE) Test yang menunjukkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) berpotensi dapat diolah di Kilang Plaju dengan skema co-processing. Co-Processing ini merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green fuel. 

Pada Oktober – November 2018, dilanjutkan penyiapan berbagai sarana dan prasarana seperti line, tangki dan jetty serta sekaligus menyiapan dry stock RBDPO. Pada Desember 2018, telah dilakukan ujicoba skema co-processing dengan injeksi RBDPO secara bertahap  2,5 hingga 7,5 persen. Hasilnya cukup menggembirakan, karena bisa memproduksi bahan bakar ramah lingkungan dengan octane number hingga 91,3.

“Saat ini, unit RFCC Kilang Plaju yang berkapasitas 20,5 Million Barel Steam Per Day (MBSD) mampu menghasilkan green fuel yang lebih ramah lingkungan sebanyak 405 ribu barel per bulan setara 64.500 kilo Liter per bulan. Selain itu, kilang ini juga menghasilkan produksi elpiji ramah lingkungan sebanyak 11.000 ton per bulan,” ucap Nicke.

Indonesia, imbuh Nicke, merupakan negara pertama di dunia yang berhasil mengimplementasikan Co-Processing CPO (Crude Palm Oil) menjadi Green Gasoline dan Green LPG untuk skala komersial. Keberhasilan Green Refinery di Plaju, akan terus dikembangkan pada kilang lainnya seperti Kilang Cilacap, Balongan dan Dumai. Bahan bakar yang dihasilkan pun akan diperluas seperti green avtur dan green diesel yang lebih ramah lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement