REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca dagang pada Desember 2018 kembali mengalami defisit yakni sebesar 1,1 miliar dolar AS. Dengan demikian, telah terjadi defisit neraca dagang selama tiga bulan berturut-turut sejak Oktober 2018. Selama tahun lalu, neraca dagang juga hanya mengalami surplus selama tiga kali yakni pada Maret, Juni, dan September. Sehingga, total defisit neraca dagang sepanjang 2018 adalah sebesar 8,57 miliar dolar AS.
"Banyak tantangan yang perlu dihadapi karena prediksi pertumbuhan ekonomi global tidak terlalu menggembirakan," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Selasa (15/1).
Defisit neraca dagang Desember 2018 disebabkan oleh defisit migas sebesar 218,8 juta dolar AS dan nonmigas sebesar 883,2 juta dolar AS. Sementara, defisit neraca dagang sepanjang 2018 disebabkan oleh defisit migas sebesar 12,4 miliar dolar AS. Sementara, perdagangan nonmigas masih mencatatkan surplus 3,8 miliar dolar AS.
Suhariyanto menyampaikan, pergerakan harga komoditas turut memberikan pengaruh pada kinerja perdagangan Desember 2018. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari November ke Desember 2018 turun menjadi 54,81 dolar AS per barel. Untuk komoditas nonmigas yang mengalami kenaikan harga adalah minyak kernel, karet, perak, dan emas. Sementara, harga komoditas yang turun adalah tembaga, nikel, dan minyak kelapa sawit.
Ekspor Desember 2018 adalah sebesar 14,18 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 4,89 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan tahun ke tahun terjadi penurunan 4,62 persen.
Sementara, impor pada Desember 2018 lebih besar dibandingkan ekspor. Impor pada bulan lalu mencapai 15,28 miliar dolar AS atau turun dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, angka impor tersebut meningkat 1,16 persen jika dibandingkan tahun ke tahun.