Kamis 10 Jan 2019 07:46 WIB

Industri Manufaktur Indonesia Sumbang PDB Terbesar di ASEAN

Industri pengolahan nonmigas berkontribusi hingga 17,66 persen terhadap PDB 2018

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Industri manufaktur
Foto: Prayogi/Republika
Industri manufaktur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk Domestik Bruto (PDB) sektor manufaktur Indonesia menjadi yang terbesar di kawasan ASEAN. Hal ini berdasarkan data dari Trading Economics, pada kuartal III tahun 2018, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berasal dari industri manufaktur sebesar 39,7 miliar dolar AS.

Disusul oleh Thailand pada posisi kedua dengan porsi mencapai 22,5 miliar dolar AS, kemudian diikuti Malaysia 17,2 miliar dolar AS, Singapura16 miliar dolar AS, Vietnam 8,2 miliar dolar AS, Filipina 8,2 miliar dolar AS, Kamboja 2,8 miliar dolar AS, Laos 1,1 miliar dolar AS, dan Brunei Darussalam 500 juta dolar AS.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian juga mencatat, sektor industri pengolahan nonmigas periode 2015-2018 mengalami kinerja positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,87 persen. Sektor ini masih sebagai sektor yang berkontribusi paling besar terhadap PDB nasional, dengan setoran hingga 17,66 persen pada 2018.

“Pada tahun 2015, sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang sebesar Rp 2.098,1 triliun terhadap PDB nasional, meningkat menjadi Rp 2.555,8 triliun di tahun 2018 atau setara dengan 21,8 persen,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara dalam siaran pers, Kamis (10/1).

Dengan konsistensi kontribusi yang tertinggi tersebut, pemerintah berkomitmen lebih memacu pengembangan industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0. Ngakan mengatakan, aspirasi besar dari roadmap itu, telah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

Merujuk proyeksi jangka panjang yang dirilis oleh Standard Chartered Plc, Indonesia mampu masuk menjadi negara dengan perekonomian keempat terbesar di dunia pada 2030, dengan PDB mencapai 10,1 triliun dolar AS. Posisi pertama ditempati Ciina dengan nominal PDB 64,2 triliun dolar AS, disusul India 46,3 triliun dolar AS, dan Amerika Serikat 31 triliun dolar AS.

Adapun Indonesia mampu melampaui Turki (9,1 triliun dolar AS), Brasil 8,6 triliun dolar AS, Mesir 8,2 triliun dolar AS, Rusia 7,9 triliun dolar AS, Jepang 7,2 triliun dolar AS, dan Jerman 6,9 triliun dolar AS.

Dalam upaya menggenjot industri nasional agar semakin berdaya saing global, Kemenperin menjalankan kebijakan untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri dan juga diperkuat dengan Kepres Nomor 24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional P3DN.

Selanjutnya, melakukan penguatan sumber daya manusia (SDM) industri melalui pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang link and match dengan industri, pelatihan industri berbasis kompetensi yang dikembangkan dengan sistem three in one (3 in 1), pemagangan industri, fasilitasi sertifikasi kompetensi dan pengembangan inkubator bisnis dalam rangka menciptakan wirausaha baru (startup).

Kemenperin juga gencar melaksanakan kegiatan pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dengan platform digital yang disebut e-smart IKM. Program e-smart IKM ini merupakan suatu sistem database IKM yang tersaji dalam profil industri, sentra dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada dan didukung oleh sistem data base SIINAS.

“Program e-smart ini akan terhubung dengan klaster-klaster prioritas seperti industri perhiasan, furniture, kerajinan, dan kosmetik sehingga akan membantu para pelaku IKM dalam melakukan promosi dan meningkatkan penjualan produk baik dalam negeri maupun luar negeri,” kata Ngakan.

Sementara itu, Direktur Ketahanan Industri Kemenperin Reni Yanita menambahkan, kebijakan lainnya yang diperlukan saat ini adalah penumbuhan industri baru dalam rangka penguatan dan pendalaman struktur industri nasional di kawasan industri. Selain itu, kebijakan lainnya adalah pemberian insentif fiskal (tax holiday, tax allowance dan BMDTP) untuk investasi industri hulu serta substitusi impor, dan insentif non fiskal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement