Rabu 09 Jan 2019 20:37 WIB

Target Swasembada Kedelai Dinilai Perlu Dikaji Ulang

Indonesia perlu melakukan impor sebanyak 2,6 juta ton kedelai.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menggiling kedelai impor untuk diolah menjadi tahu di Jakarta Selatan, Jumat (16/11/2018).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pekerja menggiling kedelai impor untuk diolah menjadi tahu di Jakarta Selatan, Jumat (16/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arief Nugraha menilai, target swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah pada 2020 layak dikaji ulang. Sebab, lahan Indonesia sebagai negara tropis tidak memungkinkan pertumbuhan kedelai yang merupakan tanaman sub-tropis dapat maksimal. Iklim merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat produktivitas.

Berdasarkan data BPS pada 2018, kedelai Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun. Produksi Indonesia hanya sebesar 982.598 ton, sehingga perlu melakukan impor sebanyak 2,6 juta ton untuk menutupi kekurangan produksi dalam negeri.

Arief mengatakan, jumlah selisih produksi yang besar ini perlu dipertimbangkan karena masih terlalu jauh untuk melakukan swasembada. "Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kebutuhan perajin tahun dan tempe," kata dia, dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (9/1).

Selain itu, Arief melanjutkan, kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembapan tanah cukup dan suhu relatif tinggi untuk pertumbuhan optimal. Sedangkan, di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh air. Selain itu, drainase yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai.

"Usaha produksi kedelai di Indonesia harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam. Hal ini disebabkan karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama," kata Arief.

Rasa pesimis untuk swasembada kedelai semakin kuat melihat jumlah impor yang meningkat dari tahun 2015 hingga 2018. Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, impor pada tahun 2015 dan 2016 berjumlah sekitar 2,3 juta ton. Pada 2017, naik menjadi 2,7 juta ton dan sempat turun menjadi 2,6 juta ton pada tahun lalu

Sementara itu, Arief menjelaskan, jumlah produksi kedelai pada rentang waktu yang sama mengalami fluktuasi. Pada 2015, produksi mencapai 963.183 ton dan turun menjadi 859.653 ton pada 2016. Tingkat produksi semakin turun pada 2017, yakni 538.728 ton dan mengalami peningkatan pada tahun lalu yang mencapai 982.598 ton.

Kementan akan terus berupaya meningkatkan produksi kedelai pada tahun ini, guna mewujudkan swasembada padi, jagung dan kedelai. Dua komoditas lainnya diklaim sudah tercapai swasembada, sedangkan kedelai masih membutuhkan perjuangan.

Sekretaris Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Maman Suherman mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menambah luas tanam seperti tumpangsari. Tahun ini, Kementan menargetkan tumpangsari 1,05 juta hektare atau setara luas pertanaman 21, juta hektare. Selain itu, 500 ribu hektare rawa di sejumlah daerah juga akan dimanfaatkan, termasuk di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement