Kamis 03 Jan 2019 05:00 WIB

'Penerimaan Negara Diselamatkan Pergerakan Harga Komoditas'

Kinerja sektor komoditas yang baik dan berimplikasi positif terhadap APBN.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Dirjen Pajak Robert Pakpahan (kanan), Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono (kedua kanan), Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara (kiri), dan Dirjen Anggaran Askolani (kedua kiri) bersiap menyampaikan konferensi pers tentang Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Dirjen Pajak Robert Pakpahan (kanan), Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono (kedua kanan), Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara (kiri), dan Dirjen Anggaran Askolani (kedua kiri) bersiap menyampaikan konferensi pers tentang Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (2/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, menilai, penerimaan negara pada 2018 dapat ‘terselamatkan’ karena harga komoditas yang bergerak naik. Kondisi ini tercermin dari nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta realisasi PPh migas yang melampaui target.

Darussalam mengatakan, kondisi kinerja sektor komoditas yang baik dan berimplikasi positif terhadap APBN ini mengulang kondisi pada era sebelum 2015. "Seperti diketahui, pada 2015 hingga 2017, kinerja penerimaan sumber daya alam (SDA) memiliki kontribusi yang relatif rendah," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (2/1).

Akan tetapi, Darussalam menambahkan, ada satu poin yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Yakni, jangan sampai kontribusi PNBP yang tinggi tersebut membuat upaya untuk memperbaiki kinerja sektor pajak kurang diprioritaskan dan dikesampingkan. Sebab, sejatinya, pajak tetap harus memberikan kontribusi signifikan pada pendapatan negara.

Darussalam memproyeksikan, kinerja PNBP pada tahun ini sepertinya akan tetap positif dengan melebih target pada APBN 2019. Keyakinan ini seiring dengan membaiknya kinerja harga komoditas di pasar dunia.

Menurut Darussalam, kinerja positif PNBN yang lebih baik dibanding dengan pajak tidak ada menjadi masalah. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kinerja PNBP itu sifatnya berfluktuasi dan relatif kurang stabil apabila dibandingkan dengan penerimaan yang bersumber dari sektor pajak. 

Baca juga, Penerimaan Negara Melalui Lelang Ditargetkan Naik 40 Persen

"Kinerja yang tinggi tersebut juga sebaiknya tidak 'melemahkan' semangat untuk melakukan agenda reformasi pajak dalam negeri," katanya.

Pada 2019, Darussalam memprediksi, penerimaan pajak (bukan seluruh penerimaan perpajakan) masih mengalami shortfall atau kurang dari target. Nilainya berkisar antara Rp 1.450 triliun hingga Rp 1.491 triliun. Jumlah tersebut sekitar 91,9 persen hingga 94,5 persen dari target yang dituangkan pemerintah dalam APBN, yaitu sebesar Rp 1.577 triliun.

Dalam mengatasi shortfall, ada berbagai cara yang dapat dilakukan pemerintah, baik dari sisi administrasi, hukum, maupun kebijakan. "Akan tetapi cara yang paling jitu adalah segera menuntaskan agenda reformasi pajak dengan mendengarkan suara wajib pajak," ujar Darussalam.

Pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (2/1), Menteri Keuangan Sri Mulyani memperlihatkan realisasi penerimaan perpajakan dalam APBN 2018 yang masih meleset dari target. Menurut catatan Kemenkeu, penerimaan perpajakan hanya terisi Rp 1.521 triliun atau setara dengan 94 persen dari target, Rp1.618,1 triliun.

Sementara itu, pendapatan dari PNBP mencapai Rp 407,1 triliun atau mencapai 147 persen dari target di APBN 2018, yakni Rp 275,4 triliun. Tota, pendapatan dalam negeri mencapai Rp 1.928,4 triliun atau 101,8 persen dari target APBN dan tumbuh 16,5 persen dari tahun sebelumnya.

 

Adinda Pryanka 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement