Senin 24 Dec 2018 05:25 WIB

Masterplan Ekonomi Syariah Rampung Akhir Desember Ini

Sektor prioritas pengembangan ekonomi syariah di Indonesia termasuk dalam masteplan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), lembaga di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sedang menggarap masterplan pengembangan ekonomi syariah. Rencana induk ini ditargetkan rampung pada akhir bulan untuk kemudian segera diimplementasikan tahun depan.

Kepala Sekretariat Satuan Kerja KNKS Muhammad Cholifihani mengatakan, pembuatan masterplan ekonomi syariah didukung oleh konsultan profesional. Dalam masterplan, tertuang rencana teknis untuk mencapai target Indonesia sebagai salah satu pusat industri syariah terbaik.

"Baik secara ekonomi dan keuangan," ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (23/12).

Salah satu poin yang disampaikan dalam masterplan itu adalah sektor prioritas untuk pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Menurut Cholifiani, dari data yang ada, industri makanan dan minuman memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki infrastruktur memadai serta nilai ekspor besar. Oleh karena itu, di masterplan, sektor ini akan dijadikan sebagai prioritas.

Sementara itu, Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, masterplan ekonomi syariah KNKS lebih menjabarkan produk-produk yang dapat dikembangkan oleh Indonesia untuk pasar halal dunia. Selain itu, strategi untuk memasarkan produk-produk tersebut ke pasar internasional dan upaya agar produk mendapatkan sertifikasi halal juga akan dituangkan dalam dokumen.

Selain makanan dan minuman, Bambang menyebutkan, setidaknya ada empat industri lain yang berpotensi dikembangkan untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah Indonesia. Industri itu adalah pariwisata, kosmetik dan obat-obatan serta tekstil.

"Untuk tekstil, kita berharap bisa jadi eksporter seperti makanan dan minuman. Saat ini, kita masih importir," ucapnya saat ditemui usai acara Halal Value Chain Forum di Jakarta, Selasa (18/12).

Pada saat bersamaan, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) akan bekerja penuh untuk segera merampungkan Peraturan Pemerintah Jaminan Produk Halal (PP JPH). Dengan begitu, Bambang berharap, KNKS dan BPJPH dapat menjadi lokomotif pendorong untuk industri halal nasional.

Jangka panjangnya, Indonesia dapat diperhitungkan sebagai pemain global di bidang ekonomi dan keuangan syariah.

Dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia, Bambang melihat sejumlah tantangan yang harus dilalui Indonesia. Di antaranya, biaya sertifikasi halal yang masih relatif tinggi, terutama bagi pengusaha mikro.

"Bahkan, Apindo dan Kadin masih menyuarakan tentang sertifikasi ini yang berpotensi menimbulkan biaya tinggi," tuturnya.

Tantangan berikutnya adalah pengakuan internasional. Bambang menjelaskan, untuk menjadi pemain global, Indonesia harus memiliki sertifikasi halal yang mendapatkan pengakuan dari dunia. Ia meminta agar BPJPH maupun KNKS memastikan, apakah sertifikasi halal yang diterbitkan di dalam negeri sudah pasti berlaku di negara lain.

Apabila pengakuan itu tidak diperhatikan, Bambang cemas, kinerja ekspor produk halal Indonesia ke luar negeri dapat terhabat. Target Indonesia sebagai pemain utama di ekonomi dan keuangan syariah pun dapat terganggu.

Ia juga meminta agar BPJPH rutin melakukan komunikasi internasional agar sertifikasi Indonesia well-recognized di manapun. Bambang menambahkan, peningkatan kapasitas lembaga sertifikasi juga harus terus dilakukan.

Menurutnya, ini penting karena berhubungan dengan kepercayaan dan kredibitlias. "Selain itu, ekosistem dengan memfasilitasi riset dan pengembangan menjadi kunci. Kalau mau produk kita laku dan unik, kita harus kembangkan riset dalam negeri," katanya.

Bambang menilai, masterplan ekonomi syariah menjadi penting mengingat potensi pasar yang begitu besar. Pada 2017, tercatat jumlah populasi muslim dunia mencapai 1,84 miliar jiwa yang akan bertambah menjadi 2 miliar pada 2030. Angka tersebut harus dilihat sebagai market yang sayang apabila dilewatkan begitu saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement