REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, industri tekstil dan produk tekstil berpotensi besar untuk ditingkatkan ekspornya pada tahun depan. Sampai akhir 2018, nilai ekspor industri ini diprediksi mencapai 14 miliar dolar AS yang dapat bertambah dua kali lipat pada 2019.
Salah satu syarat untuk menaikkan ekspor ini adalah menandatangani perjanjian perjanjian dagang komprehensif atau CEPA dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sebab, dua negara ini telah menerapkan bea masuk nol persen untuk produk dari Bangladesh dan Vietnam. "Sedangkan, produk kita masih dikenakan 10 hingga 20 persen," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (18/12).
Selain TPT, industri otomotif juga berpotensi besar dalam peningkatan nilai ekspor. Sebab, kapasitas produksi terpasang di industri ini belum terpakai dalam jumlah optimal. Airlangga mencatat, 80 persen perdagangan mobil di dunia adalah sedan, sedangkan Indonesia masih fokus mengembangkan SUV dan MPV.
Menurut Airlangga, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produksi sedan. "Kalau kita mau menaikkan pangsa otomotif di pasar global, kita harus masuk di kue yang besar. Dalam hal ini adalah sedan," katanya.
Salah satu potensi pasar yang disebutkan Airlangga adalah Australia. Indonesia berpotensi menyetok 1,3 juta kendaraan di Negara Kangguru ini saat perjanjian dagang Indonesia-Australia CEPA rampung ditandatangani dan diratifikasi oleh kedua negara.
Tapi, Airlangga menambahkan, untuk dapat masuk ke pasar Australia dengan komoditas mobil sedan, Indonesia membutuhkan economic of scale. Di sinilah kita dapat menunggu revisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) agar tidak mendiskriminasi sedan.
Airlangga menambahkan, PPnBM yang dikenakan sebesar 30 persen pada sedan merupakan sebuah warisan pengembangan otomotif pada tahun 1980-an. Saat itu, industri memang berfokus pada pengembangan mobil dua box seperti Toyota Kijang sehingga pajak mobil dengan tiga box (mesin, penumpang dan bagasi) sebagai barang mewah.
Dengan sudah berlakunya pajak sedan sejak 1980an, Airlangga mengakui, tidak mudah untuk memperbaharui aturan. "Termasuk konsep PPnBM sudah waktunya diganti menjadi VAT (value-added tax atau pajak pertambahan nilai)," katanya.
Apabila sudah dikonversi menjadi VAT, Airlangga optimistis, industri manufaktur sedan dapat semakin berkembang. Sebab, pajak tinggi bagi sedan yang berlaku saat ini menyebabkan pembelian sedan di pasar domestik terus menurun, sehingga produsen menjadi kurang berminat dan termotivasi dalam menggenjot ekspor.
Menurut Airlangga, sedan dapat diproduksi apabila ada demand pasar domestik yang dikombinasikan dengan pasar pasar ekspor. "Ini yang membedakan kita dengan Thailand. Hari ini, ekspor kita sekitar 300 ribu unit berupa MPV dan SUV. Thailand bisa ekspor hingga 1 juta unit, mayoritas sedan, termasuk ke Indonesia," ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar menuturkan, saingan terbesar Indonesia dalam pasar tekstil saat ini adalah Vietnam. Hal ini karena Vietnam sudah menjalin kerja sama dengan Amerika, sehingga bea masuk mereka nol persen. Dengan begitu, harga produk tekstil Indonesia menjadi kurang kompetitif.
Apabila mau, Haris menambahkan, Indonesia harus melakukan barter dengan Amerika. Komoditas yang digunakan adalah gandum. “Kita tidak usah impor gandum dari Aussie, tapi barter dengan Amerika. Kamu minta, tapi kamu harus kasih sesuatu,” ucapnya.
Menurut Haris, harga di pasaran memang menjadi tantangan besar. Sebab, secara kualitas, produk Indonesia tidak kalah bagus dibandingkan Vietnam. Gawai Indonesia dengan Cina juga sudah memiliki kualitas yang sama baiknya, pun dengan sepatu olahraga.