Kamis 20 Dec 2018 07:14 WIB

Investasi Industri Tahun Ini Kembali Menurun

Ada peluang di 2019 dengan munculnya investor baru yang merelokasi pabrik mereka.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Buruh pabrik
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Ilustrasi Buruh pabrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Besaran investasi di sektor industri pengolahan non migas terus mengalami penurunan. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang diolah Kementerian Perindustrian (Kemenperin), penurunan mulai terjadi pada peralihan 2016 ke 2017. 

Pada 2015, nilai investasi di sektor industri mencapai Rp 236 triliun yang kemudian naik menjadi Rp 335,8 triliun. Kemudian, pada 2017, besaran itu mulai mengalami penurunan menjadi Rp 274,8 triliun. Tercatat, sampai akhir tahun, nilai investasi diprediksi menjadi Rp 226,18 triliun.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, penyebab utama dari penurunan nilai investasi ini adalah dibutuhkannya waktu optimalisasi dari regulasi yang sudah diharmonisasi dan sinkronisasi. "Dibutuhkan waktu tahunan untuk berjalan maksimal," ujarnya di Jakarta, Rabu (18/12).

Namun, Airlangga melihat ada peluang nilai investasi tersebut meningkat pada 2019. Sebab, ada kemungkinan munculnya investor baru di Indonesia yang merelokasi pabriknya dari Vietnam dan Cina. Selain itu, kepastian tax holiday dan online single submission (OSS) semakin memberikan rasa kepastian bagi investor.

Salah satu investasi yang tercatat oleh Kemenperin adalah dari PT Lotte Chemical Indonesia. Pada pekan lalu, mereka melakukan groundbreaking pabrik baru. Selain itu, PT Chandra Asri Petrochemical berencana melakukan ekspansi. "Total dua proyek ini dapat mencapai 9 miliar dolar AS," kata Airlangga.

Selain itu, Airlangga menambahkan, Indonesia juga akan kedatangan investasi dari dua pabrikan otomotif. Yakni, perusahaan asal Jerman, Volkswagen dan asal Korea Selatan, Hyundai. Meski belum dapat menyebutkan waktu realisasinya, Airlangga menjelaskan, investasi dua pabrikan itu akan berjalan dalam waktu dekat.

Saat ini, pemerintah terus gencar mempersiapkan infrastruktur termasuk dengan pembukaan kawasan industri baru, pengembangan listrik dan juga akses seperti jalan dan pelabuhan. "Ini yang menjadi PR untuk kita laksanakan demi mencapai tambahan investasi," kata Airlangga.

Selain kebijakan fiskal dan nonfiskal, Airlangga menuturkan, pemerintah juga fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan dan program vokasi industri. Sebab, kualitas tenaga kerja merupakan daya tarik utama sekaligus syarat agar investasi dapat kembali bergairah.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar menjelaskan, fokus anggaran pemerintah pada 2019 akan ditujukan pada vokasi dan penerapan revolusi industri 4.0. Vokasi tersebut diutamakan pada lima sektor prioritas yang telah dituliskan dalam roadmap industri 4.0. Di antaranya industri makanan dan minuman serta otomotif.

Haris mencatat, setidaknya ada 600 industri yang sudah melakukan perjanjian kerja sama dengan sejumlah SMK untuk melakukan program link and match. Melalui program ini, lulusan SMK dapat mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan industri. "Sekitar 1.700 SMK sudah dibina dan mendorong kurikulum mereka untuk menyesuaikan dengan kebutuhan industri," tuturnya.

Tujuan besar dari program ini adalah agar nantinya tenaga kerja dari sektor industri dapat disediakan oleh SMK yang ada. Targetnya, bagaimana agar SDM dalam negeri memiliki kompetensi dan kemampuan sehingga mampu bersaing dengan SDM asing.

Pengembangan kemampuan difokuskan pada sektor industri yang padat karya dan padat modal. Di antaranya yang sudah berjalan adalah di Kendal untuk furniture dan pengolahan kayu, serta tekstil di Bandung. "Semua industri yang terlibat adalah mereka yang banyak menyerap tenaga kerja," kata Haris. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement