REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan, aset perbankan syariah di Indonesia hanya sekitar lima persen. Pangsa pasarnya baru mencapai 8,4 persen terhadap keuangan secara nasional.
Bambang menyebutkan, lambatnya kemajuan keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sektor riil. Menurutnya, interaksi antara sektor riil dengan keuangan syariah masih kurang.
"Padahal, sektor keuangan syariah tidak bisa berdiri sendiri tanpa interaksi sektor riil," ujarnya dalam acara Halal Value Chain Forum di Manhattan Hotel, Jakarta, Selasa (18/12).
Bambang menjelaskan, dari sisi permintaan, sektor riil masih belum mendukung pengembangan keuangan syariah. Oleh karena itu, ia mengajak para pemangku kepentingan untuk mendalami riil halal yang interaksinya difokuskan pada jasa keuangan syariah.
Pada tahun lalu, Bambang mencatat, jumlah populasi Muslim di seluruh negara mencapai 1,84 miliar jiwa. Diperkirakan, populasi tersebut meningkat hingga 2 miliar jiwa pada 2030. Pertumbuhan pesat ini merupakan potensi luar biasa yang harus dimanfaatkan industri Indonesia.
Tidak hanya pelaku industri, Bambang juga berharap keterlibatan pemerintah dalam mengembangkan sektor riil syariah. Di antaranya, melalui keberadaan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang berada di bawah Bappenas. "Saya harapkan, KNKS dapat menjadi lokomotif pengembangan sektor riil yang berkontribusi terhadap keuangan syariah," ujarnya.
Dalam mengembangkan sektor riil syariah, Bambang menyebutkan, gaya hidup halal harus menjadi prioritas dengan pasar utamanya adalah generasi milenial. Sebab, mereka memiliki concern dengan gaya hidup yang dilihat sebagai perwujudan eksistensi. Apabila mereka melihat halal sebagai sebuah lifestyle dan tren, sektor riil syariah diyakini dapat ikut terdongkrak.
Gaya hidup halal tidak terbatas sebagai pelaksanaan syariat Islam, juga nilai positif yang universal. Oleh karena itu, Bambang menyakini, generasi milenial akan tertarik mengikutinya asalkan industri dapat mengemas produk tersebut secara menarik dan modern.
Dalam konteks sertifikasi, Bambang juga menambahkan agar industri melihatnya secara lengkap. Dari pemilihan bahan, penanganannya, proses produksi hingga pengiriman.
"Keseluruhan ini harus menjadi faktor penentuan apakah suatu produk itu halal atau tidak," kata dia.