REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan perlunya penguatan kemandirian ekonomi pesantren, melalui berbagai unit bisnis dan hasil produk halal. Dari kemandirian tersebut, pesantren telah berkontribusi memajukan ekonomi syariah, melalui rantai produk halal bernilai ekonomi tinggi.
Menurut Perry, hal ini penting karena Indonesia yang mayoritas Muslim tapi terlambat dalam pengembangan ekonomi syariah. Indonesia tertinggal dengan Malaysia, Uni Emirat Arab atau negara negara muslim lain. Padahal banyak produk pengembangan ekonomi pesantren bukan hanya bagus, bahkan bisa diekspor ke luar negeri.
"Kita sudah kalah dengan Australia sebagai pengekspor daging halal terbesar, kita juga kalah dari Thailand sebagai pengekspor produk bumbu masakan halal dunia, kita juga kalah dengan cina sebagai pengekspor produk pakaian muslim terbesar dunia," jelas Perry di acara diskuai ISEF, Selasa (11/12) di Gran City, Surabaya.
Karena itulah pesantren yang telah menghasilkan produk halal harus diarusutamakan. Bukan hanya sebagai penguat ekonomi pesantren, tapi juga menjadi bagian penting dalam penguatan ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu, diakui dia, Bank Indonesia juga terus memperkuat produk keuangan syariah yang dikerjasamakan dengan zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Pondok pesantren bisa menjadi bagian pengarusutamaan produk halal ekonomi syariah karena santri dari pesantren cukup banyak termasuk para alumninya. Sebagian besar mereka hidup sebagai basis ekonomi, seperti pengusaha dan saudagar.
Pesantren telah memiliki unit usaha sebagai pengembangan ekonomi pesantren yg mandiri. Kuncinya, menurut Gubernur BI, adalah pesantren membentuk berbagai unit unit usaha. Mulai dari unit ritel, pengolahan limbah, konveksi, agribisnis dan peternakan, hingga mulai mengekspor produknya ke luar negeri. Apalagi alumni pesantren memiliki jaringan penguatan ekonomi dan pengusaha Muslim.
"Masak minum juga harus beli, padahal bisa produksi minuman sendiri," katanya.
Perry menyimpulkan ada empat kekuatan pesantren sebagai pilar penguatan ekonomi syariah dan produk halal. Pertama adalah kekuatan pesantren dari faktor manusia santrinya. Kedua, semangat nilai juang santri di bidang ekonomi, ketiga penguatan ilmu fikih ekonomi syariah, yang bukan hanya sekedar ngaji. "Bukan hanya ngaji fikih tapi juga ngaji sugih," ujar Perry.
Ke depan BI, berharap pesantren yang sudah maju, mengajak ke jaringan pesantren yang lain ikut memperkuat jaringan bisnisnya. Mencocokkan bisnis satu pesantren dengan pesantren yang lain. Hingga kedepan bisa dikembangkan sebuah holding pesantren dan pasar virtual pesantren.
Yang tidak kalah penting, menurut Perry, pesantren yang telah menajalankan unit bisnis membuat model keuangan yang terpisah. "Jangan dicampur duitnya pesantren dengan duitnya pemilik pesantren. Sehingga dengan keuangan yang terpisah tersebut, bisnis pesantren semakin terpercaya dan orang luar juga semakin percaya dengan pemberdayaan ekonomi pesantren," papar Perry.
Hadir dalam diskusi jelang pembukaan ISEF ke-5 pada 2018, Selasa (11/12), bertema 'Fastabiqul Khairat melalui Pesantren sebagai Salah Satu Rantai Nilai Halal' mantan Gubernur BI, Agus Martowardoyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Erwin Rijanto dan perwakilan pimpinan Pondok.