Jumat 07 Dec 2018 05:49 WIB

Ini Harapan Pebisnis Soal Kerjasama ASEAN

Pemerintah telah mengalokasikan dana besar bagi pembangunan infrastruktur

Foto udara persimpangan Jalan Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) dan Jalan Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/11/2018).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Foto udara persimpangan Jalan Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) dan Jalan Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur bagi kota besar seperti Jakarta memiliki andil yang besar. Hal itu sangat dibutuhkan untuk menopang aktivitas kebutuhan warganya yang terus meningkat pesat. 

Menurut survey Grant Thornton International Business Report (IBR) di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang dirilis per kuartal menyebutkan sebanyak 42 persen dari pelaku bisnis di kawasan ASEAN meyakini infrastruktur mendorong prospek pertumbuhan bisnis di kawasan, serta mendukung terciptanya sarana untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pertumbuhan populasi rata-rata di berbagai negara di ASEAN periode 20152020 tercatat lebih dari 1 persen. Namun, di perkotaan pertumbuhan tersebut diperkirakan lebih besar diperkirakan lebih dari dua kali lipat.

Sebanyak 58 persen dari total responden  yang merupakan pebisnis di Indonesia, mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal direalisasikan. 

Presiden Joko Widodo pada 2016 menguraikan agenda pembangunan sebanyak  327 miliar dolar AS  dialokasikan untuk mengembangkan berbagai proyek prasarana atau infrastruktur termasuk jalan, bandar udara, dan jaringan kereta api.

"Dana signifikan untuk pembangunan infrastruktur mencerminkan kebijakan pemerintah," kata Kurniawan Tjoetiar, Partner-Business Advisory/Legal Services Grant Thornton Indonesia, dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.

Para pelaku bisnis di ASEAN juga setuju peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN adalah peluang terbesar untuk pembangunan di Asia Pasifik. Ini disetujui 36 persen dari total responden.

Kerja sama antar wilayah yang semakin gencar sejak MEA ditetapkan pada 2015, dipandang semakin penting meski diantara negara ASEAN memiliki masalah dengan Cina di laut Cina Selatan. 

China dan sejumlah negara ASEAN menyepakati rancangan kode etik pada awal tahun ini untuk menyelesaikan perselisihan perbatasan tersebut. Hal ini menunjukkan kemajuan menggembirakan. Namun, pelaku bisnis membutuhkan lebih banyak kepastian sebelum konflik antar kawasan benar-benar reda.

Peluang bisnis di ASEAN sangat signifikan, khususnya untuk bisnis yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur digital dan fisik yang mendukung gelombang baru pembangunan. Karena itu, hubungan ekonomi dan bisnis di seluruh ASEAN perlu dipastikan bebas konflik agar tercipta kerja sama antar  wilayah yang positif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement