REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyebutkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sepanjang perdagangan Rabu ini karena penyesuaian sikap investor global. Khususnya yang merespon risiko dari dinamika persetujuan Brexit antara parlemen, pemerintah Inggris dan Uni Eropa.
Penolakan dari parlemen Inggris soal Brexit menimbulkan koreksi teknikal di pasar finansial terhadap pergerakan kurs mata uang negara-negara berkembang termasuk nilai Rupiah, kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Rabu (5/12). "Ini dipicu oleh 'risk-off' di pasar keuangan global terkait penolakan parlemen Inggris terhadap proposal Brexit," kata Nanang Hendarsah.
Fenomena "Risk-Off" dapat diartikan sebagai kecenderungan investor untuk berhati-hati dalam berinvestasi karena risiko meningkat.
Adapun pada perdagangan spot Rabu ini, rupiah ditutup di Rp 14.390 per dolar AS atau melemah Rp 105 (0,74 persen) dibandingkan penutupan Selasa di Rp 14.285 per dolar AS.
Nanang menekankan pelemahan rupiah pada Rabu ini bukan karena masalah fundamental perekonomian dalam negeri. Ketika "risk-off", banyak investor yang membeli atau menarik kembali valuta asingnya sehingga menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Padahal selama satu bulan terakhir, investor banyak menanamkan modalnya pada aset berdenominasi rupiah, menyusul kenaikan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate yang terakumulasi sebesar 175 basis poin, meredanya perang dagang global dan sinyalemen dari The Federal Reserve yang mulai "melunak"
"Sehingga ketika terjadinya 'risk-off' di pasar keuangan global, banyak yang mengurangi posisi 'short' dengan membeli dolar. Itu merupakan dinamika pasar yang biasa dan temporer" kata Nanang.
Untuk menjaga sentimen terhadap nilai tukar rupiah, Bank Indonesia pada Rabu ini kembali membuka lelang pasar valas berjangka domestik (Domestic NDF).
Dengan pelemahan Rabu ini sebesar 0,74 persen, Rupiah sejak awal tahun hingga 5 Desember 2018 melemah 5,0 persen (year to date/ytd), atau lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara-negara berkembang lain seperti Chili yang melemah 7,82 persen, India 9.32 persen, Afrika Selatan 9,91 persen, Rusia 13,7 persen, Brazil 14,05 persen.