Selasa 27 Nov 2018 23:40 WIB

Gerindra Kritisi Kebijakan Relaksasi DNI

Politikus Gerindra menilai, seharusnya pemerintah menjaga keberpihakan kepada rakyat.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Bayu Hermawan
Diskusi Publik Timses Prabowo-Sandi di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/11).
Foto: Republika/Muhammad Ikhwanuddin
Diskusi Publik Timses Prabowo-Sandi di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kardaya Warnika mengkritisi kebijakan paket ekonomi ke-16 tentang relaksasi Daftar Nilai Investasi (DNI). Menurutnya, seharusnya pemerintah menjaga keberpihakan kepada rakyatnya sendiri.

"Ibarat dokter salah diagnosa, jadi (orang asing) yang masuk mencari kerja bukan mencari investasi," katanya di Jakarta, Selasa (27/11).

Menurutnya, kebijakan DNI dalam paket ekonomi ke-16 tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Baginya, keberpihakan pemerintah dalam konteks paket ekonomi ke-16 adalah dengan berfokus pada konstitusi.

"Di negara kita mau panen padi malah impor beras, harga beras mungkin turun tapi tidak untuk kemakmuran rakyat. Harga naik dikit tidak apa-apa asal daya beli masyarakat tinggi," ucapnya.

Politikus partai Gerindra ini juga mengambil contoh tidak berpihaknya pemerintah terhadap warga dari demonstrasi kenaikan BBM di Prancis, beberapa hari lalu. Ia menilai, demonstrasi itu disebabkan pemerintah Prancis yang cenderung terlalu mengikuti harga pasaran minyak dunia.

Baca juga: Wapres: Relaksasi DNI tidak akan Ancam UMKM

Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) tidak akan mengancam keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri. Melalui relaksasi DNI, pemerintah ingin mendorong masuknya investasi asing.

"Tidak, tidak akan mengancam. Itu hanya salah komunikasi saja, sebetulnya maksudnya tidak demikian. Saya belum tahu salah sangka itu, karena itu dibicarakan di koordinasi di Kemenko Perekonomian," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (27/11).

Wapres mengatakan dengan memperkecil bidang usaha dalam DNI, tidak berarti semua investasi asing langsung dapat masuk dalam bidang usaha dalam negeri, khususnya UMKM Indonesia. "UMKM itu otomatis saja, dalam undang-undang itu ada hal-hal yang tidak bisa dan hanya bisa dikerjakan oleh UMKM. Tidak berarti DNI-nya dikeluarkan, maka langsung boleh asing," jelas Wapres.

Relaksasi DNI tersebut diatur di bawah payung hukum peraturan pemerintah, sementara masih ada undang-undang terkait UMKM yang harus dipatuhi sebelum ada investasi asing masuk ke dalam negeri. "Ya tidak mudah untuk itu, karena di undang-undang juga tidak boleh. Dari daftarnya (DNI) saja dikeluarkan, tetapi undang-undangnya tetap harus dalam negeri," tambahnya.

Selain meningkatkan investasi asing ke dalam negeri, Wapres menjelaskan dengan memperkecil bidang usaha dalam DNI juga dapat memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan pajak di Indonesia. Masuknya perusahaan asing ke Indonesia juga diharapkan dapat membawa transfer teknologi untuk memperkuat dan menambah usaha-usaha kecil dan menengah di dalam negeri.

Pemerintah memperkecil daftar bidang usaha asing dalam DNI, atau dikenal dengan relaksasi DNI, dengan tujuan untuk mempermudah perizinan investasi masuk ke dalam negeri. Dari 54 bidang usaha, 25 di antaranya telah dikeluarkan dari DNI sehingga kepemilikannya oleh modal asing bisa meningkat hingga 100 persen.

Ke-25 bidang usaha tersebut antara lain terkait jasa konstruksi migas, jasa pengeboran migas di laut, jasa internet dan telepon, industri farmasi dan jasa jajak pendapat atau survei.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement