Senin 26 Nov 2018 17:17 WIB

Pemerintah Dorong Pembangunan HTI di Luar Jawa

Pembangunan HTI masih menghadapi kendala terutama akses permodalan

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
 Kapal tongkang pengangkut kayu Hutan Taman Industri (HTI) melintasi sungai Siak di Perawang, Kabupaten Siak, Riau.
Foto: Antara/Fachrozi Amri/
Kapal tongkang pengangkut kayu Hutan Taman Industri (HTI) melintasi sungai Siak di Perawang, Kabupaten Siak, Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mendorong pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) guna mendukung industri kayu lapis nasional. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pembangunan HTI terutama di luar Jawa bisa menjadi solusi kebutuhan bahan baku industri.

"Lebih baik dikembangkan melalui HTI. Jadi nanti menanam sendiri. Kalau menebang kayu di hutan terus malah ribut lagi," kata Darmin usai menghadiri Munas Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) di Jakarta, Senin (26/11).

Darmin mengatakan, upaya mendorong pembangunan HTI masih menghadapi kendala terutama akses permodalan. Dia berjanji akan mengatasi persoalan itu.

Apkindo menyebut, pembangunan HTI sulit berkembang lantaran perbankan mensyaratkan jaminan berupa hak atas tanah. Sementara, HTI hanya berupa Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (SK HPHTI) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Itu harus diselesaikan. Tunggu saja, saya akan selesaikan," kata Darmin.

Selain mendorong HTI, Darmin juga mengupayakan perkembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Menurutnya, saat ini industri kayu lapis tidak membutuhkan pohon-pohon besar melainkan mulai beralih ke kayu sengon yang memiliki durasi masa panen lebih cepat.

Selain itu, adanya peremajaan pohon karet juga bisa dimanfaatkan industri untuk mendapatkan pasokan bahan baku kayu. "Jadi, kita punya keunggulan di situ dan tidak berhenti-berhenti kayunya," kata Darmin.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono memaparkan, produksi kayu lapis nasional pada 2018 akan mencapai 3,1 juta meter kubik. Dia memerinci, kebutuhan bahan baku untuk industri kayu lapis dalam setahun mencapai 6,7 juta meter kubik yang terdiri atas kayu alam 3,5 juta meter kubik, kayu tanaman 2,9 juta meter kubik, dan kayu karet 234 ribu meter kubik.

Kendati demikian, Bambang menyoroti industri kayu lapis di Jawa yang kini sudah bergantung pada bahan baku dari kayu tanaman atau hasil HTI. Dia mengatakan, 80 persen bahan baku industri kayu lapis di Jawa berasal dari kayu tanaman. Sementara, di luar Jawa 85 persen bahan baku justru berasal dari kayu alam.

"Kayu dari hutan tanaman kita harapkan bisa menjadi sumber bahan baku yang lebih sustainable untuk mendukung pengembangan industri ke depan," kata Bambang.

Ketua Umum Apkindo Martias mengatakan, industri kayu lapis Indonesia belum mampu kembali ke masa keemasan seperti dua puluh tahun lalu. Dia mengisahkan, industri kayu lapis mampu menjadi primadona ekspor nonmigas pada masa keemasan 1987 hingga 1997.

Kontribusi devisa industri tersebut mencapai 3,4 miliar dolar AS per tahun dengan volume ekspor rata-rata mencapai 8,4 juta meter kubik per tahun. Pada 2018, diperkirakan ekspor kayu lapis hanya akan mencapai 3 juta meter kubik dengan nilai 1,9 miliar dolar AS.

"Tapi kami yakin kebutuhan produk kayu lapis dunia tidak hilang dan bahkan terus meningkat seiring kemajuan ekonomi dunia," kata Martias.

Martias juga berharap, pemerintah bisa membantu mendorong suplai bahan baku kayu lewat pembangunan HTI untuk kepentingan industri. "Negara kita ini alamnya kaya dan dikaruniai sinar matahari melimpah. Kalau sampai kita impor kayu kan celaka," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement