Senin 19 Nov 2018 12:57 WIB

Pemerintah Diminta Turunkan Pungutan Ekspor Sawit

Penurunan sementara waktu akan mendorong harga wajar sawit di tingkat petani.

Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta menurunkan pungutan ekspor (PE) sawit untuk mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) dan meningkatkan daya saing ekspor CPO di luar negeri menyusul harga TBS di tingkat petani yang terus merosot. Bila PE diturunkan atau untuk sementara waktu ditiadakan, maka akan mendorong para pengusaha maupun eksportir segera mengapalkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke negara-negara tujuan ekspor.

"Kami minta ke pemerintah agar PE itu diturunkan atau untuk sementara waktu ditiadakan agar TBS petani ini bisa mendapatkan harga yang wajar," ujar Anggota Komisi VI DPR Eriko Sotarduga di Jakarta, Senin (19/11).

Selama ini, banyak pengusaha yang masih menahan CPO-nya di tangki-tangki penimbunan karena harga internasional masih rendah yakni di kisaran 500 dolar AS per ton. Dengan harga itu, menurut Eriko, harga TBS di tingkat petani seharusnya masih sekitar Rp 1.300 per kilogram (kg) atau sekitar 18-20 persen dari harga per kg CPO internasional.

Oleh karena itu, lanjutnya, untuk menyikapi anjloknya harga TBS, harus ada sinergi yang baik antara pemerintah, pengusaha dan asosiasi petani. Selain itu, perlu ada kolaborasi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam rangka membuka pasar-pasar ekspor baru. Kementerian Luar Negeri melalui kedutaan besarnya di luar negeri harus intensif membuka pasar baru, karena selama ini Indonesia masih mengandalkan pasar-pasar ekspor tradisional seperti Cina, India dan Pakistan. Pasar-pasar di kawasan Timur Tengah dan Afrika merupakan pasar potensial untuk dimasuki.

Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengungkapkan harga TBS di pabrik kelapa sawit (PKS) di Sumatera antara Rp 750-Rp 1.050 per kg. Sementara itu harga di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Barat (Kalbar) lebih rendah jika dibandingkan harga TBS di Sumatera.

Harga TBS di Pulau Sulawesi dan Papua hanya Rp 500 hingga Rp 700 per kg. Padahal, biaya pengelolaan TBS yang dikeluarkan petani yang terdiri dari biaya perawatan, pemupukan dan panen sekitar Rp800 hingga Rp900 per kg.

"Ini artinya, jika petani menjual TBS di bawah Rp 800 per kg, maka itu adalah jual rugi," ujar Rino.

Rino mengungkapkan penurunan harga TBS di tingkat petani ini sudah berlangsung sejak lebaran atau bulan Juni lalu. "Di awal penurunan harga TBS, petani masih belum merasakan. Namun harga saat ini, kami semuanya menjerit. Karena itu, kami minta pemerintah harus segera turun tangan untuk menyelamatkan harga TBS petani," ujarnya.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114 Tahun 2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) tarif pungutan ekspor CPO dan CPKO sebesar 50 dolar As per ton. Sementara itu, RBD (refined, bleached, and deodorized) Palm Olein sebesar 30 dolar AS per ton, RBD palm oil dan PKO sebesar 20 dolar AS per ton, bungkil dan residu sawit sebesar 20 dolar AS perton hingga cangkang kernel sawit sebesar 10 dolar AS per ton.

Menurut dia, idealnya, penurunan tarif pungutan ekspor dibuat berjenjang dan tetap memberi ruang bagi pengembangan industri hilir. Misalnya, tarif pungutan ekspor CPO menjadi 30 dolar AS per per ton, RBD (refined, bleached, and deodorized) Palm Olein menjadi 10 dolar AS per ton dan produk dalam kemasan dibebaskan dari pungutan ekspor. 

Baca juga, Terlalu Andalkan CPO dan Karet, Ekspor Sumbar Terus Menurun

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement