Ahad 18 Nov 2018 15:22 WIB

Kementan: Pinjam Jagung Solusi Tepat Saat Ini

Pinjaman dilakukan karena impor jagung yang perlu waktu untuk sampai ke Indonesia.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Jagung (ilustrasi).
Foto: Humas Kementan.
Jagung (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian Sugiono menilai, meminjam jagung kepada perusahaan pakan ternak besar (feedmill) patut dilakukan saat ini. Sebab, sudah terjadi kekurangan jagung di lapangan yang menyebabkan peternak mengalami kesulitan dalam memberi pakan kepada ternak-ternaknya.

Sugiono menuturkan, pinjaman dilakukan terhadap beberapa perusahaan. Dua di antaranya merupaka Charoen Pokphan dan Japfa sebanyak 10ribu ton. Sisanya akan ditunggu sampai akhir tahun guna memenuhi kebutuhan peternak. "Saat ini, sudah ada 1.500 dari Charoen Pokphan yang dipinjamkan pekan lalu," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (18/11).

Sugiono menjelaskan, pinjaman ini dilakukan karena impor jagung sebesar 100 ribu ton yang direkomendasikan Kementan membutuhkan waktu untuk sampai di Indonesia. Sementara itu, hewan ternak tentu tidak dapat menunggu. Apabila jagung impor sudah tiba, Kementan akan mengembalikan pinjaman.

Jagung pinjaman akan disalurkan ke peternak melalui Bulog dengan harga Rp 4.000 per kilogram. Tapi, Sugiono memastikan, komoditas ini tidak disalurkan ke seluruh lapisan peternak. "Hanya untuk peternak kecil dan mandiri," tuturnya.

Sugiono mengatakan, Kementan akan terus berupaya memfasilitasi peminjaman jagung ke feedmill. Terutama melalui program corporate social responsibiity (CSR) perusahaan swasata untuk membagikan jagung ke peternak mandiri. Tapi, sampai saat ini, baru dua perusahaan saja yang menyatakan siap memenuhi permintaan pemerintah.

Sebelumnya, Ketua Presidium Forum Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi meminta kepada Kementan agar impor jagung dapat segera terealisasi untuk menstabilkan harga di pasaran. Sampai saat ini, peternak membeli jagung dengan harga emncapai 5.800 per kilogram. Padahal, menurut Peraturan Menteri Perdagangan No 27 Tahun 2017, harga eceran tertinggi jagung di tingkat konsumen adalah Rp 4.000 per kilogram.

Musbar mengatakan, apabila tidak segera diantisipasi, kenaikan harga jagung juga bisa berdampak pada harga telur di pasaran pada bulan depan. Sebab, biaya jagung berkontribusi 50 persen dari total biaya produksi pakan. "Dari farmgrade saja bisa Rp 30 ribu per kilogram, berarti di pasaran bisa sampai Rp 40 ribu," ucapnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Musbar menambahkan, kedatangan jagung impor sebaiknya terjadi maksimal akhir tahun. Apabila tiba di Indonesia pada awal tahun 2019, dicemaskan kejadian pada tahun lalu kembali terjadi. Saat itu, jagung impor Bulog sebesar 200ribu ton tidak dapat terserap oleh peternak mandiri karena bersamaan dengan panen raya, di mana harga jagung di petani lebih murah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement