REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Halal Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Riyanto Sofyan mengatakan pemasaran wisata halal tergantung pada target wisatawan yang dituju. Selama ini, promosi dilakukan berbarengan dengan pemasaran wisata pada umumnya.
"Pemasaran oleh pemerintah itu tergantung target Muslim yang dituju, apakah Asia, Eropa, atau Timur Tengah, namun karena pasar wisata halal belum banyak, jadi jalur pemasarannya dilakukan bersama wisata umum," kata dia pada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemerintah telah aktif melakukan promosi. Seperti yang terbaru pada ajang ekspo pariwisata global terbesar yakni ITB Asia 2018 di Singapura bulan Oktober lalu.
Potensi wisata halal telah dinilai sangat menarik sehingga ITB Asia 2018 secara khusus meluncurkan Muslim Travel Hub and Pavillion. Indonesia juga ikut serta di dalamnya.
Riyanto menilai ini adalah bukti bahwa wisata halal sudah mendapat tempat di masyarakat global. Sehingga Indonesia harus lebih gencar dalam promosi.
Pada 2020, diperkirakan akan ada 156 juta pelancong Muslim yang menjadi pasar wisata halal. Jumlah ini meningkat 30 persen sejak 2016. Pada 2026, total pembelanjaan pelancong Muslim diperkirakan mencapai 300 miliar dolar AS, dua kali lipat lebih besar dari volume satu dekade.
Riyanto menambahkan, Indonesia juga ikut dalam promosi wisata halal di ITB Berlin atau Messe Berlin, ATM di Dubai yang memiliki acara konferensi halal travel, dan lainnya. Pemasaran ini berbarengan dengan promosi Visit Indonesia secara umum.
"Yang secara khusus juga ada kegiatan-kegiatan seperti memasarkan di tiga kota Muslim di Cina, halal ekspo setiap tahun, banyak jalur-jalur yang kita masuki," katanya.
Dari upaya pemasaran tersebut, Riyanto menyebut secara umum pasar pariwisata halal masih dalam tahap berkembang. Pelaku pasar tersebar namun masih berjalan sendiri-sendiri. Berbeda dengan pariwisata umum yang pondasinya sudah kokoh.