REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi digital tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan infratruktur yang memadai. Termasuk di dalamnya masalah pengelolaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
"Digital economy tidak akan jalan kalau tidak ada infrastruktur yang baik. Kemudian bagaimana standing regulation pemerintah agar bisa tercipta infrastruktur yang baik, merata, di seluruh Tanah Air," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Kemkominfo, dalam sosialisasi hukum bidang telekomunikasi di Denpasar, Bali, belum lama ini.
Menurut Ismail, selain infrastruktur fisik seperti jaringan kabel optik dan base transceiver station (BTS), spektrum frekuensi radio dan orbit satelit juga harus dikelola dengan baik agar tercipta ekosistem ekonomi digital yang baik pula di Indonesia. Guna mendukung pembangunan infratruktur telekomunikasi yang baik, diperlukan pendekatan regulasi dan hukum yang berbeda-beda, baik dalam hal infrastruktur itu sendiri, maupun pada layer berikutnya yakni aplikasi dan konten, selain SDM, perangkat, dan standardisasi.
Dalam infrastruktur ada elemen spektrum frekuensi radio dan orbit satelit. "Ini dua sumber daya alam yang punya value, punya nilai rupiah dalam penggunaannya, dan tentu harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," jelas Ismail.
Ditjen SDPPI sebagai pengelola frekuensi, menurut Ismail, telah berhasil menghimpun PNBP hingga sekitar Rp 19 triliun setahun dan nomor dua terbesar setelah sektor minyak dan gas.
"Jadi bagaimana kita mengelola PNBP ini agar transparan, adil, maka kita punya aturannya, peraturan menterinya, dalam konteks menjaga infratruktur bisa tersedia dengan baik."
Dalam mendukung tumbuhnya ekonomi digital di Indonesia, lanjut Ismail, setidaknya ada tiga building block yang harus disediakan dengan baik, yakni infrastruktur, kemudian aplikasi, dan ketiga konten, dimana ketiganya membutuhkan pendekatan regulasi yang berbeda-beda.
Berbeda dengan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lain-lain, infrastruktur telekomunikasi dibangun oleh pelaku usaha seperti Telkom, Indosat, dan operator-operator lainnya melalui investasi.
Karena dibangun oleh pelaku usaha, kata Ismail, maka dalam pembangunannya pada pelaku usaha itu mengharapkan return of investment (pengembalian investasi), sehingga akibatnya mereka hanya membangun di wilayah-wilayah yang menguntungkan saja.
Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan regulasi yang berbeda dalam pembangunan infrasturktur ini agar infrastruktur juga menjangkau ke daerah-daerah pelosok di Indonesia. "Makanya kita (Kemkominfo) membangun BLU (Badan Layanan Umum) baru BAKTI untuk menjembatani penyelesaikan berbagai masalah itu, pemerintah membangun backbone agar operator bisa membangun pada sisi infrastruktur jaringannya saja," jelas Ismail.