Rabu 07 Nov 2018 16:07 WIB

Kontribusi Koperasi dan UKM Terhadap PDB Diyakini Terus Naik

Kenaikan kontribusi diyakini karena reformasi Koperasi Presiden Jokowi

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Corporate Secretary and Chief Economist BNI Ryan Kiryanto  (mengenakan kacamata) dan Business Development & Sales Manager Du'anyam  Juan Firmansyah (paling kanan) acara diskusi Proyeksi Perekonomian 2019:  Tantangan dan Peluang Bagi Koperasi dan UKM di Kantor Kementerian Koperasi  dan UKM, Jakarta, Rabu (7/11).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Corporate Secretary and Chief Economist BNI Ryan Kiryanto (mengenakan kacamata) dan Business Development & Sales Manager Du'anyam Juan Firmansyah (paling kanan) acara diskusi Proyeksi Perekonomian 2019: Tantangan dan Peluang Bagi Koperasi dan UKM di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Rabu (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Perencanaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Ahmad Zabadi optimistis pertumbuhan koperasi terus terjadi di tengah gejolah ekonomi global. Sebab, selama empat tahun terakhir, terlihat pertumbuhan kontribusi kontribusi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia.

Zabadi menjelaskan, pada 2014, kontribusi koperasi terhadap PDB masih berada di angka 1,71 persen dan meningkat tajam pada 2016 yang mencapai 3,99 persen dan 4,48 persen pada 2017. "Untuk tahun ini, saya prediksikan kontribusi dapat menyentuh lima persen," ujarnya dalam acara diskusi Proyeksi Perekonomian 2019: Tantangan dan Peluang Bagi Koperasi dan UKM di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Rabu (7/11).

Zabadi menambahkan, kenaikkan ini menunukkan reformasi koperasi yang diarahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri KUKM Agung Gede Ngurah Puspayoga sudah menunjukkan hasil. Reformasi memungkinkan koperasi yang ada di Indonesia memiliki kualitas baik untuk membantu meningkatkan PDB.

Melalui reformasi, Zabadi menjelaskan, banyak koperasi yang tidak aktif dan berjalan melenceng dari aturan dipangkas. Dampaknya, jumlah koperasi di Indonesia mengalami penurunan. Tapi, dapat dipastikan, mereka yang tersisa memiliki kualitas tinggi. "Sudah 40 ribu koperasi dibubarkan selama empat tahun belakangan ini," ucapnya.

Ke depannya, Kementerian KUKM juga akan mendorong tumbuhnya koperasi produksi, konsumen, dan jasa di Indonesia dalam meningkatkan kontribusi PDB koperasi. Dengan keragaman ini, pengembangan koperasi tidak hanya didominasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Zabadi menambahkan, pemerintah juga optimistis kontribusi UKM terus meningkat seiring dengan pertumbuhan wirausaha baru. Perusahaan rintisan berbasis digital terus tumbuh untuk membantu perekonomian nasional.

Untuk rasio kewirausahaan, Kementerian KUKM masih menggunakan data tahun 2016, yakni 3,1 persen. Artinya, ini sudah melampauai kriteria negara yang memiliki daya saing global, yaitu dua persen. "Kami hitung-hitung, tahun ini bisa meningkat menjadi lima persen," tutur Zabadi.

Dalam mencapai target tersebut, Zabadi mengatakan, Kementerian KUKM fokus membuat gerakan mahasiswa pengusaha yang dibangun bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Gerakan ini mendorong mahasiswa dan alumni muda untuk menjadi pencipta kerjaan, bukan sekadar karyawan perusahaan.

Sementara itu, Corporate Secretary and Chief Economist BNI Ryan Kiryanto mengatakan, satu hal yang harus diperhatikan dalam perkembangan UMKM adalah kredit perbankan. Mengutip data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan sektor UMKM mengalami perlambatan. Pada Agustus, tercatat kredit tumbuh 8,11 persen (yoy), melambat idbanding periode sebelumnya yang mencapai 9,99 persen.

Akan tetapi, Ryan menilai, perlambatan pertumbuhan kredit hanya bersifat sementara. Memasuki kuartal pertama tahun 2019, kredit UMKM akan mengalami kenaikkan lagi seiring dengan pertumbuhan kredit korporasi besar. "Kalau segmen korporasi tumbuh, UMKM ikut tumbuh. Ini implementasi dari value chain," tuturnya.

Selain pertumbuhan kredit yang melambat, Ryan menambahkan, rasio kredit bermasalah (NPL) UMKM juga di atas industri. Tapi, rasio NPL kredit UMKM memang sudah membaik menjadi 4,08 persen pada Agustus dibandingkan 4,31 persen pada Juli. Hal ini salah satunya dikarenakan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) yang risiko kreditnya membaik.

Business Development & Sales Officer dari UMKM Du’anyam, Juan Firmansyah menyebutkan, tantangan terbesar UMKM saat ini bukanlah modal atau kredit. Biaya pengiriman atau logistik yang terbilang tinggi menjadi pekerjaan besar pagi pelaku UMKM. "Sebagai negara kepulauan, biaya pengiriman dari satu tempat ke tempat lain yang berbeda pulau membutuhkan biaya tinggi," ucapnya.

Juan menjelaskan, biaya logistik berkontribusi terhadap 30 dari biaya produksi keseluruhan. Ketika ekonomi global dan nasional bergejolak, harga pengiriman dapat berubah fluktuatif yang pastinya akan berdampak terhadap margin profit. 

Terlepas dari itu, Juan menilai, pasar untuk produk UMKM di tingkat dalam negeri maupun luar negeri akan selalu ada. Terpenting, produk tersebut memiliki ciri khas tersendiri dan mengikuti keinginan pasar. "Tantangan kita berikutnya, bagaimana berpikir kreatif dan inovatif," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement