REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Suntono mengatakan, produk domestik regional bruto (PDRB) NTB atas dasar harga berlaku kuartal III-2018 mencapai Rp 31,17 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 22,55 triliun. Secara kumulatif, perekonomian Provinsi NTB kontraksi sebesar minus 5,40 persen.
"Kontraksi tertinggi terjadi pada kategori lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar minus 40,17 persen," ujar Suntono saat jumpa pers di Kantor BPS NTB, Senin (5/11).
Sementara, lanjut dia, perekonomian NTB pada kuartal III-2018 dibandingan periode yang sama tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebesar minus 13,99 persen. Penurunan terbesar terjadi pada kategori pertambangan dan penggalian sebesar 57,83 persen. Dari sisi pengeluaran, terjadi pada komponen ekspor luar negeri mengalami kontraksi paling tinggi yaitu minus 66,44 persen.
Suntono menyebutkan, struktur perekonomian NTB berdasarkan PDRB menurut lapangan usaha pada kuartal III-2018 masih didominasi kategori pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 25,31 persen. Selain itu, perekonomian NTB juga didorong oleh kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan 14,93 persen, dan kategori pertambangan dan penggalian sebesar 11,68 persen.
Jika dibandingkan dengan kumulatif kuartal III-2017, perekonomian NTB sampai kuartal III-2018 mengalami kontraksi sebesar minus 5,40 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Kondisi ini disebabkan kontraksi pertumbuhan pada kategori pertambangan dan penggalian yang mencapai minus 40,17 persen.
"Sementara tanpa pertambangan bijih logam perekonomian NTB masih tumbuh sebesar 3,80 persen. Kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai kategori dominan mampu tumbuh sebesar 2,92 persen," kata dia.
Pun dengan kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang tumbuh mencapai 5,80 persen. Suntono menyebutkan, pertumbuhan tertinggi diperlihatkan kategori jasa keuangan dan asuransi yang mencapai 11,34 persen.
Hal ini, dia katakan, sejalan dengan telah tersalurkannya berbagai kredit perbankan pada triwulan III ini, di mana sebagian besar berupa kredit untuk pelaksanaan proyek fisik (konstruksi). "Akan tetapi pelaksanaan konstruksi tersebut masih tertahan akibat terjadinya gempa bumi, sehingga pertumbuhan kategori konstruksi tidak signifikan yaitu hanya sebesar 0,42 persen," ucapnya.
Memperhatikan sumber pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan III-2018 secara tahun ke tahun, pendorong pertumbuhan terbesar berasal dari kategori perdagangan besar, eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 0,40 poin. Selanjutnya, kategori jasa keuangan sebesar 0,27 poin, kemudian disusul kategori jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 0,14 poin.
"Sedangkan pemicu kontraksi berasal dari kategori pertambangan dan penggalian sebesar minus 13,81 poin, kategori konstruksi sebesar minus 1,03 poin, dan kategori penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar minus 0,28 poin," ucapnya.
Kata Suntono, tingginya kontraksi pertumbuhan pada kategori pertambangan dan penggalian dan diikuti beberapa kategori yang lain yang terdampak gempa pada triwulan III 2018 menarik pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan berkontraksi hingga minus 13,99 persen.
"Pertumbuhan ekonomi tanpa pertambangan bijih logam juga mengalami kontraksi sebesar -0,36 persen, jauh lebih rendah daripada pertumbuhan yoy pada triwulan yang sama pada tahun lalu yang tumbuh hingga 7,57 persen. Musibah gempa bumi dan kemarau yang cukup panjang menjadi faktor utama penyebab turunnya kinerja ekonomi tanpa pertambangan bijih logam," kata dia menambahkan.