Ahad 04 Nov 2018 18:17 WIB

BI Bantah Pembatasan Valas Tunai untuk Mengontrol Devisa

Mayoritas valas yang dibawa ke Indonesia dari Singapura, Malaysia dan Hong Kong

Direktur Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI) Rudy Brando Hutabarat (kiri) sedang menyampaikan Sosialisasi Peraturan Bank Indonesia Tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia dihadapan WNI di Hong Kong, Ahad (4/11).
Foto: Nidia Zuraya/Republika
Direktur Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI) Rudy Brando Hutabarat (kiri) sedang menyampaikan Sosialisasi Peraturan Bank Indonesia Tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia dihadapan WNI di Hong Kong, Ahad (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Bank Indonesia (BI) menampik tudingan bahwa kebijakan pembatasan jumlah uang kertas asing (UKA) yang diizinkan dibawa tunai ke dalam negeri maupun ke luar Indonesia dimaksudkan untuk melakukan kontrol devisa. Hal tersebut ditegaskan  Direktur Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI) Rudy Brando Hutabarat.

"Ketentuan Peraturan BI tentang Pembawaan UKA ini lebih kepada pengaturan dari sisi lalu lintas pembawaan uang kertas asing (tunai). Pihak-pihak yang ingin membawa mata uang asing di atas Rp 1 miliar dapat dilakukan melalui instrumen non tunai," ujar Rudy acara Sosialisasi Peraturan Bank Indonesia Tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia di Hong Kong, Ahad (4/11). 

Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/2/PBI/2018 bahwa indvidu dan korporasi hanya diperbolehkan membawa UKA tunai dengan nilai kurang dari Rp 1 miliar. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka individu maupun korporasi tersebut akan dikenai sanksi denda sebesar 10 persen dari nilai uang kertas asing yang dibawanya atau maksimal Rp 300 juta.

"Sekarang yang dibolehkan membawa UKA senilai di atas Rp 1 miliar hanya KUPVA (money changer, red) dan bank," kata Rudy menambahkan.

Lebih lanjut Rudy menuturkan, alasan bank sentral mengeluarkan PBI mengenai lalu lintas uang kertas asing ini dikarenakan tingginya aktivitas pembawaan UKA ke dalam dan ke luar Indonesia. Selain itu, hingga saat ini di Indonesia belum ada pengaturan soal lalu lintas UKA.

"Dengan adanya aturan ini kita harapkan Bank Indonesia memiliki data yang valid mengenai lalu lintas uang kertas asing ini," ucapnya.

Dengan adanya data tersebut, lanjut Rudy, BI bisa memperkirakan berapa banyak kebutuhan permintaan valas untuk tiga bulan ke depan. "Ini juga mendukung efektivitas kebijakan moneter," ujarnya. 

Menurut Rudy, dari hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia, mayoritas UKA yang dibawa secara tunai ke wilayah Pabean Indonesia berasal dari tiga negara di Asia. Ketiga negara tersebut yakni Singapura, Malaysia, dan Hong Kong.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, per 26 September 2018 peredaran uang kertas dolar AS di luar Amerika Serikat mencapai 70 persen dari 1,64 triliun dolar AS. "Salah satu yang paling banyak peredarannya di wilayah Asia sebesar 23 persen," ungkap Rudy.

Hingga kini diakui Rudy, Bank Indonesia tidak memiliki data yang pasti mengenai jumlah lalu lintas uang kertas asing yang dibawa masuk ke Indonesia maupun ke luar dari Indonesia secara tunai oleh individu maupun korporasi. Selama ini lalu lintas uang kertas asing yang terpantau hanya yang melalui bank dan KUPVA atau money changer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement