Jumat 02 Nov 2018 08:08 WIB

BPS: Kesejahteraan Petani Membaik Di Bulan Oktober

Perbaikan daya beli petani didukung membaiknya harga komoditas pertanian

Red: EH Ismail
Petani memanen jagung di kawasan Margodadi, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (31/10/2018).
Foto: Antara Foto
Petani memanen jagung di kawasan Margodadi, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (31/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menanggapi rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) atas capaian di bidang pertanian tahun ini, terutama Oktober 2018. Dalam laporan tersebut, kinerja sektor pertanian khususnya untuk kesejahteraan petani pada Oktober lebih baik dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Hal ini terlihat dari Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang mencerminkan daya beli relatif petani pada Oktober 2018 lebih tinggi 0,65 poin atau meningkat sebesar 0,58 persen dibanding Oktober 2017. Pada Oktober tahun lalu, besarnya NTUP 111,26, dan pada Oktober 2018 meningkat menjadi 111,91. 

"Adanya perbaikan daya beli petani ini karena semakin membaiknya harga-harga relatif komoditas pertanian  yang diterima terhadap harga input produksi yang digunakan petani," kata Kepala Pusat Data dan sistem Informasi (Pusdatin)  Ketut Kariyasa, Kamis (1/11).

Ketut mencontohkan, pada Oktober ini harga gabah di tingkat petani sebesar Rp 4937/Kg GKP atau naik sebesar 3,05 persen dibandingkan Oktober tahun lalu, Rp 4791/Kg GKP. Membaiknya harga-harga komoditas  pertanian di petani  tidak terlepas dari upaya pemerintah melalui Kementan dengan program Toko Tani Indonesia (TTI).

"Program tersebut berhasil menjaga harga di petani lebih menarik, dan sebaliknya harga pangan lebih terjangkau di konsumen," ujar Kariyasa.

Dari segi inflasi, Kepala BPS Suhariyanto sebelumnya mengatakan inflasi masih terkendali sepanjang 2018 dan diharapkan tetap terkendali hingga akhir tahun. Periode Januari-Oktober 2018 inflasi mencapai 2,22 persen, dan inflasi tahun kalender 3,16 persen.

“Artinya inflasi masih terkendali. Semoga November-Desember 2018 tetap terkendali sesuai harapan,” ujarnya dalam jumpa pers di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (1/11).

Khusus sektor pertanian, indeks harga produsen (IHP) mengalami kenaikan. IHP sektor pertanian pada triwulan III-2018 naik 1,09 persen (q-to-q), yaitu dari 138,84 pada triwulan II-2018 menjadi 140,35 pada triwulan III-2018.

Inflasi harga produsen pada sektor ini dipengaruhi oleh naiknya IHP di subsektor tanaman bahan makanan (2,40 persen), subsektor peternakan (2,13 persen), subsektor perikanan (1,32 persen). Sementara itu, subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan mengalami deflasi masing-masing 2,95 persen dan 0,47 persen.

Pada kesempatan yang sama, sesuai data yang dikeluarkan BPS, jika dibandingkan dengan triwulan III-2017, sektor pertanian pada triwulan III-2018 mengalami inflasi harga produsen (y-on-y) sebesar 3,21 persen, yaitu dari 135,99 pada triwulan III-2017 menjadi 140,35 pada triwulan III-2018.

Hal ini dipengaruhi naiknya IHP subsektor peternakan sebesar 4,96 persen, diikuti oleh subsektor perikanan sebesar 4,46 persen, subsektor tanaman bahan makanan sebesar 3,91 persen, dan subsektor kehutanan sebesar 2,65 persen. Subsektor perkebunan mengalami deflasi sebesar 1,27 persen

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement