Jumat 02 Nov 2018 07:46 WIB

BKP Kementan Manfaatkan FSVA Atasi Kerawanan Pangan

FSVA digunakan sebagai rekomendasi untuk intervensi peningkatan ketahanan pangan

Red: EH Ismail
eta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas0FSVA) sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan lokasi program ketahanan pangan
eta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas0FSVA) sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan lokasi program ketahanan pangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Keuangan memanfaatkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas0FSVA) sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan lokasi program ketahanan pangan. FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan.

Informasi dalam FSVA menjelaskan lokasi wilayah  rentan terhadap kerawanan pangan dan indikator utama daerah tersebut rentan terhadap kerawanan pangan.

"BKP  memanfaatkannya sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan lokasi program seperti Program Aksi Desa Mandiri Pangan, Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (KMP), dan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, Selasa (30/10).

Menurut Agung, FSVA juga digunakan untuk mengidentifikasi wilayah rentan rawan pangan oleh Bappenas, dalam memfokuskan program Scale Up Nutrition (Sun) Movement yang salah satunya fokus pada Gerakan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals).

Kementerian Desa juga menggunakan FSVA sebagai dasar dalam Penanganan Daerah Rawan Pangan - Penanganan Daerah Tertinggal (PDRT-PDT). Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional memakai FSVA dalam menentukan lokasi Program Gizi Anak Sekolah.

Lembaga internasional seperti World Food Programme (WFP) memanfaatkan FSVA dalam menentukan lokasi intervensi di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua serta penentuan lokasi survei biaya pangan.

Di tingkat daerah, sebagian pemerintah daerah telah menjadikan hasil rekomendasi FSVA sebagai acuan penyusunan kebijakan/program ketahanan pangan.  Indikator yang digunakan dalam penyusunan FSVA merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.

Pemilihan indikator didasarkan pada; keterwakilan tiga pilar ketahanan pangan, tingkat sensitifitas dalam mengukur situasi ketahanan pangan dan gizi; dan ketersediaan data tersedia secara rutin untuk periode tertentu yang mencakup seluruh wilayah kabupaten/kota.

FSVA 2018 merupakan pemutakhiran dari edisi-edisi sebelumnya. Pemutakhiran yang dilakukan meliputi metode analisis, indikator, dan data yang digunakan. Selain itu FSVA 2018 mengakomodasi perkembangan wilayah kabupaten/kota hasil pemekaran wilayah.

Hasil sementara FSVA 2018 menunjukan sebanyak 81 kabupaten termasuk dalam katagori rentan terhadap rawan pangan yang terbagi atas 26 kabupaten (6,3%) prioritas 1, 21 kabupaten (5%) prioritas 2 dan 34 kabupaten (8,2%) Prioritas 3. Indikator utama pada wilayah yang rentan tersebut adalah: tingginya rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan; tingginya balita stunting, dan tingginya penduduk miskin.

"Hasil analisis FSVA dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi untuk intervensi program peningkatan ketahanan pangan dengan melihat indikator utama yang dapat menjadi pemicu terjadinya kerentanan terhadap kerawanan pangan. Melalui FSVA pemerintah daerah dapat melakukan intervensi dengan optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya pangan yang  ada di wilayah, sehingga masyarakat akan tahan pangan," pungkas Agung.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement