Kamis 01 Nov 2018 22:26 WIB

Pengamat Meminta Data Jagung Nasional Dibenahi

BKP menyebut kenaikan harga untuk pakan karena persoalan distribusi

Petani menata jagung usai dipanen di area pertanian Desa Paron, Kediri, Jawa Timur, Selasa (25/9). Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) menaikkan Harga Pokok Penjualan (HPP) komoditas jagung dari sebelumnya Rp1.000-Rp1.500 per kilogram menjadi Rp3.150 per kilogram.
Foto: Prasetia Fauzani/Antara
Petani menata jagung usai dipanen di area pertanian Desa Paron, Kediri, Jawa Timur, Selasa (25/9). Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) menaikkan Harga Pokok Penjualan (HPP) komoditas jagung dari sebelumnya Rp1.000-Rp1.500 per kilogram menjadi Rp3.150 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy meminta pemerintah untuk fokus membenahi data jagung nasional. Alasannya data dinilai tidak tepat sehingga mempengaruhi kebijakan produksi serta cadangan jagung.

"Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif," kata Imelda dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (31/10). Imelda mengatakan akurasi data yang bermasalah terlihat ketika pemerintah memutuskan untuk menutup impor jagung pada 2015 dengan alasan pasokan mencukupi.

Penutupan keran impor jagung tersebut justru membuat para pengusaha beralih untuk mengimpor gandum  sebagai bahan pakan ternak guna pengganti jagung. Logikanya, ketika data tersebut sudah tepat, seharusnya tidak ada pengalihan penggunaan komoditas, karena produksi dalam negeri telah memadai.

"Ini salah satu contoh dimana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional Ki Musbar Mesdi menyebut ada ketidaksinkronan data jagung sehingga harga komoditas ini untuk bahan pakan ternak sedang tinggi.

Kondisi yang dipicu oleh keterbatasan stok jagung tersebut, menurut dia, bisa berdampak pada kenaikan harga ayam dan telur. Ki Musbar pun meminta adanya upaya mengatasi kelangkaan pasokan, karena permintaan jagung untuk bahan pakan ternak sangat tinggi yaitu mencapai 780 ribu ton per bulan.

Padahal kelangkaan stok jagung akan terjadi pada periode Desember hingga Maret, karena kondisi cuaca yang tidak menentu dapat mempengaruhi hasil produksi dan pola tanam.Selain itu, data BPS juga memperlihatkan bahwa luas lahan jagung di Indonesia saat ini mengalami penyusutan dari tahun-tahun sebelumnya.

Meski demikian, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengatakan salah satu alasan kenaikan harga jagung untuk pakan karena adanya persoalan distribusi. 

Menurut dia, sentra produksi jagung yang berjauhan dengan produksi pakan ternak telah mempengaruhi harga jagung.

"Ini yang kita harapkan ke depan, industri pakan itu bisa tidak mendekat kepada sentra produksi jagung, untuk memudahkan distribusi," katanya.

Ia menambahkan persoalan distribusi pangan termasuk jagung menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait yang berhubungan langsung dengan pengadaan bahan makanan, tidak hanya Kementerian Pertanian. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement