REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pesawat Lion Air tipe B737-8 Max dengan nomor penerbangan JT-610 kemarin (29/10) mengalami kecelakaan setelah sebelumnya hilang kontak. Kecelakaan terjadi saat pesawat terbang dari Bandar Udara Soekarno-Hatta menuju Bandar Udara Depati Amir Pangkalpinang.
Pascakecelakaan pesawat Boeing 737 tersebut, Washington Post pada Selasa (30/10) mengungkapkan saham Boeing merosot hampir tujuh persen. Menurut data milik konsultan aerospace Boyd Group International, Lion memiliki 205 pesanan untuk model Boeing 737, meskipun hanya mencakup satu model MAX 8 yang belum dikirimkan.
Awal tahun ini Lion mengumumkan akan membeli 50 model MAX 10 baru. Pendiri Boyd Group Mike Boyd mengatakan Lion Air dikabarkan menjadi salah satu pelanggan yang sangat penting bagi Boeing.
Boyd bahkan tidak menyangka kecelakaan tersebut justru berdampak pada harga saham Boeing. Menurutnya, turunnya harga saham Boeing menjadi reaksi berlebihan dari para investor.
Lion Air Boeing 737 MAX 8.
Dia juga menilai pengawasan Indonesia terhadap industri penerbangannya telah menjadi hal yang memprihatinkan. Padahal, baru Juni 2018, Lion Air dianggap aman untuk melakukan penerbangan oleh Uni Eropa.
"Masalah Uni Eropa adalah mereka merasa bahwa pemerintah Indonesia tidak memberikan pengawasan terhadap maskapai penerbangannya. Itu menyebabkan kurangnya kepercayaan pada maskapai Indonesia," kata Boyd.
Boeing 737 MAX 8 baru dioperasikan oleh Lion Air. Maskapai penerbangan berbiaya hemat tersebut juga dianggap sebagai pelanggan internasional yang penting untuk memperluas penjualan pesawat Boeing 737 di Asia Tenggara.
Terlebih, Lion Air baru saja dibebaskan untuk terbang ke Uni Eropa. Banyak pihak yang menganggap hal tersebut sebagai pemain kunci di pasar yang berkembang pesat untuk perjalanan udara komersial.