Kamis 25 Oct 2018 16:04 WIB

Metode Baru BPS, Kementan Minta Validitas

Masih ada beberapa faktor kritis yang perlu diuji.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen padi di sawah yang telah berubah menjadi area perumahan di Cipocok, Serang, Banten, Selasa (4/9). Dinas Pertanian setempat mencatat dalam setahun sekitar 1.600 hektar sawah dari 48.105 hektar sawah yang ada berubah fungsi menjadi lahan hunian atau kawasan industri sehingga lahan pertanian semakin menyempit dan terancam habis.
Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA
Petani memanen padi di sawah yang telah berubah menjadi area perumahan di Cipocok, Serang, Banten, Selasa (4/9). Dinas Pertanian setempat mencatat dalam setahun sekitar 1.600 hektar sawah dari 48.105 hektar sawah yang ada berubah fungsi menjadi lahan hunian atau kawasan industri sehingga lahan pertanian semakin menyempit dan terancam habis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menghargai upaya pemerintah dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pembenahan terhadap data produksi beras. Namun, Kementan tidak langsung menerima metode baru estimasi tersebut sebagai suatu kebenaran mutlak.

Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Sugiharto mengatakan, validitas metode tersebut tetap harus diuji. Ia menilai, masih ada beberapa faktor kritis yang perlu diuji walaupun data dasar yang digunakan telah menggunakan teknologi satelit.

Pertama, belum melihat deliniasi polygon lahan sawah yang dipetakan dan mencocokkan dengan kondsi lapangan. "Kedua kita juga menilai ada hal yang kurang logis dari hasil perhitungan metode baru ini," ujarnya melalui keterangan pers, Kamis (25/10).

Dengan metode baru ini, pada 2018 diperkirakan Indonesia hanya surplus 2,85 juta ton. Bagi Bambang, angka tersebut terlalu underestimate.

"Jika surplus beras dihitung dari cadangan yang dipegang Bulog dan cadangan beras di masyarakat, maka perhitungan surplus ini menjadi kurang  masuk akal," ujarnya.

Hingga Oktober ini, pengadaan beras dalam negeri oleh Bulog telah mencapai 1,5 juta ton. Dari jumlah tersebut sebanyak 700 ribu ton telah digunkan untuk beras rastra, operasi pasar dan bantuan bencana alam. Sisa cadangan beras pengadaan dalam negeri sekarang sekitar 800 ribu ton. Ia melanjutkan, selain beras tersebut, Bulog juga memegang cadangan beras kelas premium sebanyak 150 ribu ton.  

Karena itu, dari pengadaan beras dalam negeri Bulog saat ini memegang sekitar 950 ribu ton. Jika disebutkan angka surplus beras hanya 2,85 juta ton, maka cadangan beras yang berada di masyarakat atau rumah tangga hanya 1,9 juta ton.  Bambang menambahkan, jika diasumsikan jumlah rumah tangga di Indonesia sebesar 100 juta Kepala Keluarga (KK), maka cadangan surplus beras di rumah tangga hanya 19 kg per KK per tahun. 

Menurutnya, pada 2015 BPS telah melakukan survei surplus beras di rumah tangga mencapai 7,5 kg per bulan atau 90 kg per tahun. "Ini satu hal yang menunjukkan metode baru tersebut masih tetap perlu diuji validitasnya, logika modelingnya," kata  Bambang.

Baca juga, Data BPS Jadi Acuan Pemerintah

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement