Selasa 16 Oct 2018 16:20 WIB

Peneliti: Indonesia Perlu Diversifikasi Pasar Ekspor

Indonesia perlu mulai merambah pasar lain seperti Afrika dan negara Asia lain.

Perajin memproduksi sandal refleksi di Kampung Cibeber Pondok, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (24/9). Dalam seminggu perajin mampu memproduksi sandal refleksi tradisional untuk kesehatan sebanyak 20 kodi dan diekspor ke Malaysia dengan harga Rp400 ribu per kodi.
Foto: Adeng Bustomi/Antara
Perajin memproduksi sandal refleksi di Kampung Cibeber Pondok, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (24/9). Dalam seminggu perajin mampu memproduksi sandal refleksi tradisional untuk kesehatan sebanyak 20 kodi dan diekspor ke Malaysia dengan harga Rp400 ribu per kodi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor. Diversifikasi ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif perang dagang Amerika Serikat dan Cina.

Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman mengatakan diversifikasi pasar sangat diperlukan agar Indonesia tidak tergantung kepada Cina. Ada baiknya Indonesia juga mulai merambah pasar lain yang tidak kalah potensial, misalnya Afrika dan negara Asia lainnya. 

Selain itu, pembatasan impor yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Cina dapat mendorong perusahaan Cina untuk mencari pasar baru yang memiliki regulasi restriksi impor yang lebih sedikit. Pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi pilihan alternatif bagi Cina untuk membuka perjanjian perdagangan baru.

"Pemerintah dalam hal ini dapat menyambut masuknya barang dari Cina. Namun juga berdiplomasi untuk kemudahan akses serupa terhadap pasar Cina," kata Ilman.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia butuh kebijakan yang mampu memberikan daya tarik bagi investor, seperti insentif pajak dan kemudahan birokrasi. Dampak langsung dari perang dagang kepada Indonesia lebih banyak dirasakan di awal. Hal ini berdampak pada penurunan ekspor bahan input ke Cina karena menurunnya kemampuan perusahaan di Cina untuk mengekspor ke Amerika Serikat. 

Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan jika Cina sudah menemukan pasar alternatif pengganti Amerika Serikat, seperti Uni Eropa dan Asia Tenggara. "Selain itu, adanya perang dagang memperparah ketidakpastian ekonomi, sehingga berimbas pada menurunnya ketertarikan investor dalam menanamkan modal di negara-negara dengan risiko lebih tinggi, seperti di negara emerging countries dimana Indonesia termasuk di dalamnya," ujarnya.

Ilman menjelaskan setiap kebijakan perdagangan pasti akan memengaruhi neraca perdagangan antarnegara yang terimbas. Dalam konteks perang dagang Amerika Serikat-Cina, dampak dari perang dagang tentunya dirasakan oleh perekonomian global secara tidak langsung. 

Hal ini mengingat bahwa nilai transaksi perdagangan kedua negara hanya sebagian kecil dari seluruh transaksi perdagangan global dengan nilai ekspor kurang dari 5 triliun dolar AS. Dampak yang dirasakan oleh negara lain adalah naiknya harga barang yang diimpor dari Cina dan Amerika serikat, di mana barang tersebut menggunakan input atau bahan baku dari negara satu sama lain. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement