Jumat 12 Oct 2018 22:54 WIB

Pengusaha TI Kurangi Ketergantungan terhadap Dolar AS

Saat ini 85 persen produk TI diimpor dari luar negeri dan transaksinya pakai dolar AS

Rep: Adinda Pryanka / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengunjung memperhatikan produk elektronika yang dipajang pada pameran komputer dan teknologi informasi (Indocomtech) 2013 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
Foto: Antara
Pengunjung memperhatikan produk elektronika yang dipajang pada pameran komputer dan teknologi informasi (Indocomtech) 2013 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi, Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Soegiharto Santoso menyebutkan, penguatan dolar terhadap rupiah secara signifikan berdampak pada pelaku industri. Sebab, dalam membeli produk teknologi informasi (TI), pengusaha masih banyak yang menggunakan dolar AS.

Tapi, sampai saat ini, pengusaha TI masih mencoba bertahan dengan harga jual. Tujuannya, untuk mempertahankan tingkat permintaan yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat. "Kalau dua sampai tiga bulan ke depan terus mengalami kenaikan (dolar terus menguat), tidak menutup kemungkinan kita akan naikkan harga, meski belum bisa diprediksi seberapa persen naiknya," ujar Hoky, sapaan akrab Soegiharto, ketika dihubungi Republika, Jumat (12/10).

Setidaknya 85 persen produk TI diimpor dari luar negeri dan transaksinya menggunakan dolar AS. Untuk mengantisipasi dampak penguatan dolar, pengusaha TI sudah melakukan berbagai cara. Di antaranya, membayar dengan mata uang ke masing-masing negara asal impor, sehingga tidak bergantung pada dolar AS.

Misalnya, pengusaha yang mengimpor produk dari Cina dapat membayar dengan mata uang Renminbi. Demikian juga yang impor dari Singapura, mereka mulai membayar dengan mata uang dolar Singapur. Hoky menyebutkan, belum semua pengusaha melakukan cara ini karena membutuhkan usaha lebih. Tapi, ia berharap pengusaha mulai mempertimbangkannya.

Hoky menilai, membeli dengan mata uang negara asal produk juga akan disambut baik oleh negara tersebut. Sebab, cara ini menunjukkan bahwa mata uang mereka diterima di manapun untuk transaksi. "Selain itu, pihak vendor akan lebih diuntungkan karena mereka langsung menerima mata uang mereka. Kalau menerima dolar AS, mereka harus mengonversikannya lagi kan," tuturnya.

Hoky mengakui, upaya tersebut membutuhkan usaha aktif dari pengusaha. Tapi, menurutnya, sebagai pengusaha harus selalu berupaya mencari solusi tepat tanpa terlalu mengandalkan ataupun menyalahkan pemerintah.

Saat ini, Hoky menambahkan, Aptiknas juga fokus dalam menjembatani kerjasama Taiwan dengan Indonesia dalam meningkatkan perdagangan di sektor TIK. Taiwan yang dikenal sebagai salah satu negara penyedia produk TIK sudah lama menaruh minat untuk masuk ke pasar Indonesia. "Kami dorong untuk investasinya berupa transfer pengetahuan dan teknologi," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemerintah sedang mengupayakan pengembangan tujuh jenis produk yang berpotensi dikembangkan di Indoneisa melalui kebijakan penerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Ketujuh produk itu adalah telepon seluler, panel surya, televisi digital, kabel serat optik, internet of things, lmapu LED, smart card dan kabel serat optik.

Dalam mendorong peningkatan penanaman modal dalam negeri, pemerintah melakukan kebijakan dengan pemberian beberapa fasilitas insentif perpajakan. "Antara lain tax holiday dan tax allowance untuk industri teknologi informasi dan komunikasi," ucap Airlangga saat meresmikan pabrik kabel serat optik di Karawang, Jawa Barat, akhir September.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement