Kamis 11 Oct 2018 20:52 WIB

Dirut Pertamina Tanggapi Penundaan Kenaikan Harga Premium

Nicke meminta agar penundaan kenaikan harga Premium tidak dijadikan polemik.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (kiri) bersama Direktur Sumber Daya Manusia Kushartanto Koeswiranto (kanan) saat menghadiri Rapat Panja Migas dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/9).
Foto: Antara/Reno Esnir
Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (kiri) bersama Direktur Sumber Daya Manusia Kushartanto Koeswiranto (kanan) saat menghadiri Rapat Panja Migas dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati akhirnya buka suara soal drama penundaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium pada Rabu (10/10) sore kemarin. Nicke mengatakan penundaan kenaikan harga Premium tersebut agar tidak perlu jadi polemik.

Dia mengaku sebetulnya dia sudah mengetahui keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengenai kenaikan harga Premium. Bahkan, dia sempat bertemu dengan Jonan untuk membahas rencana kenaikan Premium. 

Baca Juga

"Ikuti nggak pernyataannya Pak Jonan? Pak Jonan katakan, ditetapkan naik di mana pemberlakuannya disesuaikan dengan kesiapan Pertamina. Kan ada. Baca ya, dengar ya? Karena memang kami perlu waktu. Dan memang ada keputusan lain dengan beberapa pertimbangan bahwa itu, kewenangan regulator," kata Nicke di Inaya Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).
 
Nicke mengungkapkan bahwa pada prinsipnya Pertamina berperan sebagai pelaksana di lapangan, apapun keputusan regulator yakni pemerintah. Persoalan penundaan kenaikan Premium kemarin, kata Nicke, bukan semata-mata karena ketidaksiapan Pertamina. 
 
Menurutnya, ada beberapa hal yang dipertimbangkan dalam keputusan penundaan harga Premium kemarin. Soal penetapan harga BBM Khusus Penugasan misalnya, harus dibahas oleh 3 menteri yakni Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan. 
 
"Juga soal kemampuan daya beli. Kami ingin tahu bagaimana kemampuan atau daya beli kostumer kita. Memang ada kostumer yang daya belinya terbatas. Di mana ini adalah kostumer Premium yang loyal kepada Pertamina," kata Nicke.
 
Berdasarkan sejumlah pertimbangan itu, Pertamina menyampaikan kepada regulator bahwa ada kelompok masyarakat yang sebetulnya masih bergantung pada Premium dengan daya beli yang masih rendah. Namun apapun keputusan pemerintah, termasuk dengan menaikkan Premium, Pertamina mau tak mau tetap menjalankannya.
 
"Sebelum itu kan saya ketemu Pak Jonan diinfokan. Dan memang kami perlu waktu juga untuk bagaimana set-up semua itu dengan IT dan lain-lain, kan SPBU kami ada banyak juga. Lalu bagaimana mekanismenya ketika terjadi antrean," katanya.
 
Namun, Nicke meminta masyarakat melihat bahwa pemerintah akhirnya 'batal' menaikkan harga Premium. Soal apakah Premium tetap naik atau tidak, Nicke menegaskan bahwa hal itu urusan regulator. 
 
"Menurut saya, yang pasti hari ini Premium tidak naik. Itu yang penting. Tak perlu dibahas ke sana kemari. Yang penting Premium tidak naik," katanya.
 
Pada Rabu (10/10) kemarin, Jonan mengumumkan bahwa Premium naik menjadi Rp 7.000 per liter di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 6.900 per liter di luar Jamali. Namun tak sampai satu jam kemudian, Jonan kembali mengumumkan bahwa keputusan tersebut dibatalkan, atau ditunda, atas arahan Presiden Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement