Selasa 09 Oct 2018 17:03 WIB

Dosen yang Sukses Berjualan Sepatu

Umi mengubah aktivitas konsumtif berubah menjadi produktif.

Tampilan toko Salvo milik Umi Tursini di salah satu market place.
Foto: Dok Republika
Tampilan toko Salvo milik Umi Tursini di salah satu market place.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra / Wartawan Republika.co.id

Bekerja menjadi dosen, tidak menghalangi Umi Tursini untuk bisa sukses merintis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dari sebuah hobi, Umi kini malah menggeluti bisnis yang bisa memberikan pendapatan lebih dari cukup untuk menghidup keluarganya.

Pemilik toko online (daring) bernama Salvo Shoes dan Salvora ini menuturkan, usaha sepatu yang dirintisnya dimulai sekitar Maret 2017. Kegemarannya membeli sepatu lewat toko daring saat menempuh pendidikan doktoral di University of New South Wales (UNSW), Australia mendorongnya untuk membuat sendiri sepatu hasil rancangannya. Umi ingin agar aktivitas konsumtif yang dilakukannya selama ini bisa berubah menjadi produktif.

Ketika balik ke Indonesia, Umi membulatkan tekad untuk merintis berjualan secara daring. Hal itu lantaran penetrasi internet di Indonesia sudah tinggi. Ditambah jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta, membuat setiap produk jualan pasti ada pembelinya.

Dia pun mulai melakukan riset kecil-kecilan, dengan mengadakan survei ke pasar dan toko-toko. Umi ingin melihat model sepatu yang paling laris. Dia menemukan fakta bahwa sepatu yang paling laris berharga tidak mahal, yang harganya di bawah Rp 100 ribu. Adapun sepatu yang cukup mahal membutuhkan waktu lama untuk menjualnya.

Umi pun melihat peluang setelah turun ke lapangan. Dia ingin membuat model sepatu laki-laki dengan model kekinian, namun harganya terjangkau. Umi ingin mematahkan anggapan bahwa sepatu murah pasti modelnya kuno.

Karena sudah memiliki kenalan pengrajin sepatu di Mojokerto, Jawa Timur, Umi pun langsung mengontak mereka. Dia ingin bekerja sama dengan memesan sepatu kepada mereka, dengan model yang jauh lebih menarik dibandingkan yang dijual di pasaran.

"Saya pesan masing-masing tiga kodi (total 180 pasang sepatu) ke tiga pengrajin binaan saya, saya meminta varian model dan warna yang berbeda-beda," kata Umi menjelaskan awal mulai merintis bisnisnya saat berbincang dengan Republika.co.id, Senin (8/10).

photo
Umi Tursini, dosen sekaligus pengusaha pemilik merek Salvo dan Salvora.

Umi mengaku, berani langsung memesan dalam jumlah besar lantaran merasa yakin dengan pangsa pasar sepatu yang masih terbuka lebar. Dia juga melihat produknya yang diberi brand Salvo memiliki keunggulan dibandingkan sepatu pesaing dengan harga setara.

"Saya termasuk tipe pengambil risiko sehingga berani mengeluarkan modal untuk ongkos produksi saat itu," ujar Umi tanpa menyebut berapa modal awalnya, namun jumlahnya cukup besar.

Dia pun berjualan secara penuh lewat market place, karena tidak mempunyai niat untuk membuka toko di rumahnya. Selain itu, ia yang berprofesi sebagai dosen juga bisa sekaligus melayani pembeli hanya cukup dengan ponsel kalau berjualan secara daring.

Pada awalnya, ia fokus berjualan di Lazada. Tidak disangka, karena permintaan terus banyak maka ia terus memproduksi sepatu dengan harga terjangkau untuk memenuhi permintaan konsumen. Hanya membutuhkan waktu setahun sejak berdiri, ia juga merambat market place lain, seperti Tokopedia, Shoppie, hingga Zilingo. Pun di Bukalapak sepertinya juga ada reseller yang menjual sepatu Salvo. "Kini penjualannya mencapai angka fantastis," ujar Umi sambil tersenyum.

Pantauan Republika.co.id di beberapa market place yang memajang produk Salvo dan Salvora, tampil sepatunya terlihat modis. Ada sepatu pantofel, kasual, hingga jenis kets. Pun untuk tas pinggang yang dijual, terdiri berbagai macam warna hingga pembeli bisa bebas memilih.

Meski produknya terlihat bagus, namun harga yang tercantum sangat terjangkau semua kalangan. Sepatu ada yang dijual dari Rp 108 ribu hingga Rp 85.500 per pasang, itu pun pembeli mendapat bonus sandal. Plus tas dijual dengan harga Rp 30 ribuan, hingga membuat semua kalangan bisa tergiur untuk membelinya.

Menurut Umi, dengan berjualan lewat toko daring maka pangsa pasarnya luas. Tidak hanya sebatas dalam kota dan provinsi, bahkan luar pulau hingga pembeli luar negeri pun terus berdatangan. Dia mengaku, beruntung karena latar belakang pendidiknya bahasa Inggris semakin memudahkan promosi ketika harus berurusan dengan pembeli dari luar negeri.

"Jualannya semuanya lewat market place, mungkin hanya ada satu dua orang saja yang ke rumah melihat langsung barang dan membeli," kata Umi yang menyandang gelar doktor. Bagi dia, pendidikan tinggi tidak harus menjadi penghalang bagi seseorang untuk menekuni bisnis UMKM.

Umi menjelaskan, bisnis secara daring hasilnya sangat menggiurkan. Tidak butuh waktu lama baginya, hingga Umi bisa melejitkan merek Salvo dan diikuti Salvora dengan order mencapai ribuan per harinya. Untuk menunjang kelangsungan bisnisnya, ia memiliki tiga gudang penyimpanan, yang digunakan untuk menyimpan sepatu, sandal, dan tas yang kini juga diproduksinya.

“Pengguna internet selalu bertambah. Saya yakin ke depannya market place semakin menjanjikan," ujar Umi.

Menurut Umi, brand Salvo kini menduduki urutan pertama di Jawa Timur dan penjualan teratas nomor lima di Indonesia. Dia menegaskan, produknya yang laris-manis itu berkat harga jualnya yang terjangkau, namun kualitasnya terjaga. Berkat permintaan yang terus berdatangan, ia kini bisa memberdayakan lebih 200 pengrajin sepatu, sandal, dan tas, yang bekerja untuk menyuplai permintaan pelanggan.

"Produk saya bernama Salvo, dalam bahasa Inggris artinya tembakan yang bertubi-tubi. Filosofinya, semoga orderannya semakin banyak,” kata Umi sambil tertawa.

Terkait pemilihan perusahaan logistik untuk pengiriman, Umi mengatakan, semuanya tergantung pembeli. Ada yang memakai perusahaan yang sudah berkolaborasi dengan market place, ada pula yang memilih lewat perusahaan ternama, khususnya JNE. "Mereka yang beli memilih yang praktis saja, pertimbangannya cepat sampai," kata Umi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement