REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (9/10) pagi bergerak melemah. Rupiah melemah 10 poin menjadi Rp 15.205 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 15.195 per dolar AS.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, berbagai sentimen global masih mendukung penguatan mata uang dolar AS, terutama setelah dirilisnya data-data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang membaik. "Data-data ekonomi AS yang membaik membuka peluang the Fed melanjutkan kenaikan suku bunga," katanya di Jakarta, Selasa (9/10).
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. Defisit anggaran negara itu memburuk di tengah utang yang juga terus bertambah.
"Sentimen eksternal itu membuat laju dolar AS kembali meningkat dibandingkan sejumlah mata uang lainnya yang akhirnya berdampak pada depresiasi rupiah," ujarnya.
Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail, mengatakan, pelemahan mata uang rupiah juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Cina (PBOC) yang menurunkan "reserve requirement" perbankan sebesar satu persen di tengah risiko perang dagang dengan AS.
"Penurunan 'reserve requirement' itu mendorong pelemahan yuan dan ikut memperlemah mata uang emerging market lainnya, termasuk Indonesia," katanya.