Senin 08 Oct 2018 16:49 WIB

Harga Bawang Merah Petani Cirebon Semakin Anjlok

Petani berharap pemerintah membeli bawang merah dengan harga layak.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
  Seorang petani memegang bawang merah.  (ilustrasi)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Seorang petani memegang bawang merah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Harga bawang merah di tingkat petani di Kabupaten Cirebon semakin anjlok. Mereka berharap agar pemerintah membeli bawang merah tersebut dengan harga yang layak.

Hal itu seperti yang dialami seorang petani bawang merah asal Desa Karangwangun, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Wasirudin. Dia menyebutkan, bawang merah di tingkat petani di daerahnya hanya dihargai Rp 5.000 – Rp 6.000 per kilogram. 

‘’Ini harga yang sangat rendah,‘’ tutur Wasirudin kepada Republika.co.id, Senin (8/10).

Harga bawang merah di tingkat petani tersebut lebih rendah dibandingkan pekan pertama September 2018. Saat itu, harga bawang merah petani di Kabupaten Cirebon berkisar antara Rp 7.000 – Rp 8.000 per kilogram. Padahal, untuk mencapai break event point (BEP), harga bawang merah di tingkat petani semestinya minimal Rp 10 ribu per kilogram.

Wasirudin mengatakan, anjloknya harga bawang merah saat ini benar-benar membuat petani bawang merah terpuruk. Pasalnya, modal yang sudah mereka keluarkan tak bisa kembali.

Selama musim tanam yang kini baru saja berakhir, Wasirudin sudah mengeluarkan modal hingga Rp 130 juta per hektare. Selain mahalnya bibit, pupuk dan upah pekerja, besarnya modal itu juga disebabkan tingginya biaya penyemprotan organisme pengganggu tanaman (OPT) berupa ulat yang menyerang tanaman bawang merah.

Akibat faktor cuaca yang panas, hama ulat berkembang biak dengan sangat pesat. Para petani bawang merah sampai kewalahan untuk membasminya.

"Telur ulat menetas full 24 jam dalam sehari. Saya juga harus menyemprotnya setiap hari," kata Wasirudin.

Upaya Wasirudin untuk menyelamatkan tanaman bawang merah itu memang berhasil. Hasil panen bawang merahnya melimpah, hingga mencapai 17 ton per hektare. Namun, Wasirudin tetap gigit jari. Dengan harga bawang merah yang hanya Rp 5.000 – Rp 6.000 per kilogram, dirinya hanya bisa memperoleh uang di kisaran Rp 80 juta – Rp 100 juta per hektare.

‘’Jadi ya boro-boro dapat untung, modal pun tak kembali. Para petani bawang merah lainnya juga kondisinya sama seperti saya, ‘’ kata Wasirudin.

Akibat kondisi itu, kata Wasirudin, para petani bawang merah di daerahnya jadi tak bisa membayar cicilan utang ke bank. Padahal, utang itu mereka gunakan untuk modal tanam. Begitu pula dengan utang bibit, pupuk dan obat-obatan hama ke kios pertanian, juga tak bisa mereka bayar.

‘’Bahkan adapula petani bawang merah yang sampai harus menjual rumahnya untuk membayar utang ke bank, ‘’ kata Wasirudin.

Menurut Wasirudin, anjloknya harga bawang merah itu disebabkan kebijakan pemerintah yang jor-joran mendorong penanaman bawang merah di berbagai daerah di Indonesia. Akibatnya, saat panen raya seperti sekarang, pasokan bawang merah jadi sangat berlimpah.

‘’Di saat harga jatuh seperti sekarang, pemerintah seharusnya membeli bawang merah milik petani, ‘’ kata Wasirudin.

Petani bawang merah asal Desa Silih Asih, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Rois, juga mengaku mengalami kerugian pada musim tanam kali ini. Pasalnya, hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan modal yang telah dikeluarkan.

Rois mengatakan, modal yang dikeluarkan untuk penanaman bawang merah di musim kemarau kali ini mencapai sekitar Rp 120 juta per hektare. Modal tersebut untuk membeli bibit, pengolahan tanah, pupuk, obat semprot hama maupun upah pekerja.

Di musim kemarau seperti sekarang, para petani pun harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengairan. Pasalnya, lahan mereka kekurangan pasokan air.

‘’Modal yang saya keluarkan sudah besar. Tapi saat panen, harganya malah jatuh. Jadi tidak balik modal,’’ tutur Rois.

Rois menerangkan, jatuhnya harga bawang merah disebabkan masa panen raya yang terjadi secara bersamaan di berbagai daerah. Tak hanya di Cirebon, namun panen raya juga terjadi di daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement