Jumat 05 Oct 2018 14:20 WIB

Gubernur BI: Kita Terus Berada di Pasar

BI menyebut pelemahan rupiah terjadi karena kenaikan yield obligasi pemerintah AS

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Rupiah Melemah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Rupiah Melemah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan terus berada di pasar guna memantau dan melakukan langkah stabilisasi pergerakan rupiah. Dalam beberapa hari terakhir diakui BI nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan hingga mendekati Rp 15.200 per dolar AS.

"Kita terus berada di pasar. Tidak hanya memantau, tapi kita juga melakukan langkah stabilisasi sesuai mekanisme pasar, supaya supply and demand bergerak secara baik di pasar valas," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat (5/10).

Perry menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini memang terjadi karena menguatnya dolar AS yang diiringi kenaikan imbal hasil obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun (US-Treasury Bill) yang cukup tinggi yaitu menjadi 3,23 persen, untuk mengantisipasi hasil survei Michigan yang menyebutkan pertumbuhan lapangan kerja di AS lebih besar dari perkiraan.

Baca juga, Menkeu Sebut Rupiah Merosot karena Sentimen Italia

"Ini memang menunjukkan ekonomi AS yang menguat dan karena itu dalam kondisi ini investor global preferance-nya invest di sana," ujar Perry.

Selain itu, lanjut Perry, ketegangan perang dagang AS dan Cina yang masih berlangsung serta faktor geopolitik di Eropa dan sejumlah negara lainnya, turut memengaruhi nilai tukar rupiah. Bank sentral sendiri juga terus berkomunikasi dengan para pelaku baik di perbankan maupun sektor riil, serta para importir dan eksportir, untuk memastikan suplai dan permintaan valas di pasar berjalan dengan baik.

"Kami juga mempercepat persiapan teknis untuk berlakunya Domestic Non-Deliverable Forward atau NDF. Kan memang sudah berlaku secara ketentuan, tapi teknis operasionalnya perlu ada persiapan," kata Perry.

Bank sentral, katanya, juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement