REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) akan mengeluarkan Rp 56 triliun untuk menaikan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI). Dari sebelumnya 9,36 persen saham menjadi 51,23 persen.
Dikutip dari siaran pers Inalum, Senin (1/10), dana untuk membeli saham tersebut berasal dari pinjaman sejumlah bank asing. Walau pembayaran dilakukan dengan utang, namun tak ada satu aset dan saham milik holding dan anggota holding yang digadaikan.
PTFI mengelola tambang Grasberg di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Tambang ini memiliki kekayaan emas terbesar di dunia.
Inalum dan Freeport McMoRan (FCX), pemegang saham mayoritas PTFI telah menandatangani perjanjian jual beli yang mengikat pada 27 September lalu. Dengan begitu kepemilikan PTFI akan resmi beralih ke Inalum pada saat transaksi pembayaran ke FCX selesai dilakukan pada November mendatang.
"Tak ada aset atau saham yang digadaikan untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Bank-bank asing itu melihat potensi bisnis PTFI sangat bagus dan harga yang dibayarkan Inalum ke FCX dianggap sangat murang," kata juru bicara Inalum Rendi Witular.
Bank asing yang terlibat dalam pendanaan ini juga merupakan bank-bank internasional ternama. Tak ada bank asal Cina yang akan ikut membiayai, karena bunga yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tawaran bank-bank lainnya.
Mengapa harus bank asing? Sebab bila dari bank dalam negeri dikhawatirkan akan mengganggu nilai tukar rupiah karena ada aliran dolar yang keluar dari Indonesia. Utang ini juga tak membebani utang pemerintah karena kapasitas Inalum untuk membayar sangat kuat.
Alasan Inalum berutang untuk membeli saham PTFI dilatarbelakangi murni oleh kepentingan bisnis. Guna meningkatkan nilai pengembalian investasi dan ekuitas.
Harga yang harus dibayar Inalum sebesar Rp 56 triliun dianggap murah karena kekayaan tambang PTFI ditaksir senilai paling sedikit Rp 2.190 triliun dan laba bersih PTFI akan sebesar Rp 29 triliun per tahun mulai 2022. Jadi dengan mudah utang tersebut dapat dilunasi oleh Inalum dalam lima tahun.
Perjanjian dengan FCX ini menurut keterangan Inalum, tak berarti Inalum membeli Tanah Air sendiri. Yang dibeli adalah saham perusahaan PTFI, bukan cadangan yang dimiliki oleh PTFI di mana PTFI sudah mengantongi izin komersil untuk menambang di Grasberg sejak zaman Soeharto 50 tahun yang lalu.
Ini merupakan kesepakatan komersial Busines-to-Business (B2B). Sehingga penyelesaiannya juga dilakukan melalui pendekatan komersial, dengan tetap menempatkan kepentingan dan keuntunganyang lebih besar untuk negara.