Selasa 25 Sep 2018 02:09 WIB

Jokowi Serukan Konsolidasi Hadapi Kondisi Ekonomi Global

Kondisi perekonomian global dinilai tidak menentu.

Presiden Joko Widodo (kiri) menerima penghargaan dari Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani (kanan) pada acara HUT ke-50 Kadin di Jakarta, Senin (24/9). Presiden Joko Widodo menerima penghargaan Tokoh Pemerataan Pembangunan Indonesia.
Foto: Muhammad Adimaja/Antara
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima penghargaan dari Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani (kanan) pada acara HUT ke-50 Kadin di Jakarta, Senin (24/9). Presiden Joko Widodo menerima penghargaan Tokoh Pemerataan Pembangunan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan perlunya koordinasi dan konsolidasi yang kuat antara otoritas fiskal, moneter dan dunia usaha dalam menghadapi kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Hal itu diungkapkan Jokowi pada acara ulang tahun ke-50 Kadin Indonesia, di Jakarta, Senin (24/9) malam.

"Dengan situasi global tak menentu, ada perang dagang AS-Cina, kenaikan suku bunga, krisis Argentina, Turki, menurut saya perlu konsolidasi dan koordinasi kuat antara moneter, fiskal dan dunia usaha," kata Presiden Jokowi.

Menurut Kepala Negara,  dengan adanya koordinasi dan konsolidasi yang kuat maka akan gampang membangun kepercayaan publik dan pasar.  "Karena ini sama kayak membangun perusahaan atau korporasi, trust brand sangat penting sekali. Negara memerlukan itu, bangun trust, market confident agar dunia internasional, pasar dalam negeri, percaya kita serius menghadapi dan menyelesaikan masalah di negara ini," katanya.

Di hadapan anggota Kadin, Presiden mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan 263 juta penduduk, 17.000 pulau, 514 kabupaten/kota, dan 34 provinsi. "Mengelola negara sebesar ini tidak mudah. Setiap daerah memiliki kasus, permintaan, kebutuhan berbeda," katanya.

Kepala Negara menyebutkan membangun Indonesia tidak bisa hanya memperhitungkan sisi ekonomi maupun politik. Kalau hanya memperhitungkan sisi ekonomi atau politik, itu akan menguntungkan jika hanya membangun Pulau Jawa yang penduduknya 60 persen dari penduduk Indonesia.

"Kalau cara berpikirnya masih hanya dari keuntungan ekonomi atau politik saja,  membangun di Jawa sudah cukup,  tapi kita ini bernegara,  bukan hanya berbisnis ekonomi saja sehingga Papua, Maluku Utara, NTT,  Indonesia timur harus juga diperhatikan," katanya.

Ia menyebutkan saat ini ketimpangan infrastruktur antara barat, tengah dan timur masih besar. Presiden Jokowi menyebutkan Indonesia berupaya mengejar ketertinggalan penyediaan berbagai infrastruktur.

Ia mencontohkan tiga tahun lalu Indonesia hanya memiliki 231 waduk dan bendungan. Jumlah itu tertinggal dibanding Amerika Serikat yang memiliki 6.000 bendungan dan China dengan 110.000 bendungan.

"Ini fakta yang harus disampaikan dan harus kita kejar," katanya.

Ia juga mencontohkan jalan tol.  Sejak ada Tol Jagorawi hingga awal 2015, Indonesia hanya memiliki jalan tol 780 km padahal Cina memiliki jalan tol 280.000 km. "Kita harus tahu kondisi kemudian harus kerja cepat untuk mengejar ketertinggalan, apalagi yang di Indonesia timur," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement