Ahad 23 Sep 2018 13:00 WIB

Kemenkeu akan Sederhanakan Tarif Pajak Bunga Obligasi

saat ini pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk bunga obligasi beragam

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Obligasi.
Foto: seputarforex.com
Obligasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya memperdalam pasar keuangan dengan menyederhanakan tarif pajak bunga obligasi. Kebijakan tersebut saat ini dalam proses pembahasan antara Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.

"Kami ingin pajak itu tidak mengganggu suku bunga obligasi," kata Kepala BKF Suahasil Nazara di kantor Kemenkeu, Jakarta pada Jumat (23/9).

Meski belum merinci secara detail, Suahasil mengatakan, saat ini pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk bunga obligasi beragam. Ia menyontohkan, tarif PPh untuk reksadana adalah sebesar 5 persen dan ada pula yang tidak dikenakan pajak. Ada pula tarif sebesar 15 persen dari obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak (WP) dalam negeri.

"Ini sedang dikaji satu per satu. Kita ingin lihat seluruh kepentingannya," kata Suahasil.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan pendalaman pasar keuangan. Menurutnya, hal yang diprioritaskan pemerintah saat ini adalah meningkatkan suplai pendanaan terutama berasal dari dalam negeri.

"Pendalaman pasar ada kaitan dengan saving dan dilakukan oleh rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Kalau tiga kombinasi ini cukup maka kita tidak perlu impor modal," katanya.

Oleh karena itu, kata Sri, upaya pendalaman pasar tersebut akan dilakukan secara sistematis. Salah satunya yakni dengan menarik tabungan masyarakat dari deposito ke surat berharga.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, saat ini adalah momentum positif dalam memperdalam pasar keuangan terutama dengan memperluas basis investor lokal. Salah satunya, kata Luky, adalah dengan mengoptimalkan penerbitan surat berharga ritel (SBR) lewat daring.

Dia menyebut, penerbitan SBR 004 yang telah berakhir pekan lalu memberikan hasil positif. DJPPR mencatat, penjualan SBR 004 mencapai Rp 7,3 triliun dengan jumlah investor sebanyak 21.672 orang. Angka itu lebih tinggi dibandingkan SBR 003 yang terjual Rp 1,9 triliun.

"Platform ini (daring) akan kita gunakan kembali untuk menerbitkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) pada Oktober 2018, dan kemudian November 2018 kita terbitkan sukuk ritel," kata Luky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement