Kamis 20 Sep 2018 18:20 WIB

Pembiayaan Utang Tahun 2019 Ditargetkan Rp 359,12 Triliun

Pembiayaan nonutang ditetapkan Rp 62,13 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) menerima laporan hasil pembahasan RAPBN 2019 dari Wakil Ketua Banggar DPR Jazilul Fawaid saat Rapat Paripurna ke-30 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/7).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) menerima laporan hasil pembahasan RAPBN 2019 dari Wakil Ketua Banggar DPR Jazilul Fawaid saat Rapat Paripurna ke-30 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati pembiayaan utang tahun 2019 sebesar Rp 359,12 triliun. Total tersebut turun sedikit dari usulan dalam nota keuangan RAPBN 2019 yakni Rp 359,27 triliun. Penurunan karena adanya perubahan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dari Rp 14.400 per dolar AS menjadi Rp 14.500 per dolar AS.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pembiayaan utang di Indonesia terus mengalami penurunan. Angka paling tinggi terjadi pada 2017 yang mencapai Rp 429 triliun dan turun pada tahun ini, yakni Rp 399,2 triliun. 

"Tahun depan kembali turun sekitar 7,2 persen menjadi Rp 359 triliun," tuturnya dalam rapat di Ruang Rapat Banggar DPR, Jakarta, Kamis (20/9).

Pemerintah ingin memastikan risiko utang tetap dalam batas yang bisa dikelola di bawah 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah akan memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan makro ekonomi.

Suahasil menambahkan, secara neto, Surat Berharga Negara (SBN) yang dikeluarkan mengalami penurunan dari tahun 2017. Yaitu, dari Rp 441,8 triliun menjadi Rp 388 triliun SBN neto pada 2018. "Pada tahun depan, diperkirakan akan turun kembali menjadi Rp 386,2 triliun atau mengalami penurunan sekitar 0,5 persen," ujarnya.  

Selanjutnya, ada pinjaman neto sebesar minus Rp 27,09 triliun dari yang sebelumnya minus Rp 26,93 triliun dalam nota keuangan. Rinciannya, pinjaman dalam negeri neto sebesar Rp 482,4 triliun dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp 27,57 triliun. Meski ada penyesuaian kurs, Suahasil memastikan kisaran defisit anggaran tidak berubah, yakni 1,84 persen terhadap PDB.

Untuk pembiayaan nonutang pada tahun depan, pemerintah menetapkan target Rp 62,13 triliun. Suahasil menjelaskan, pembiayaan nonutang juga ditujukan untuk pembiayaan kreatif dan inovatif untuk akselerasi pembangunan infrastruktur sekaligus mendorong inovasi pembiayaan pemberdayaan masyarakat.

Namun, rapat menghasilkan nominal berbeda untuk pembiayaan nonutang ini, yaitu dari Rp 62,13 triliun menjadi Rp 60,13 triliun. Penurunan sebesar Rp 2 triliun ini karena pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima oleh LPDP, yakni dari Rp 20 triliun menjadi Rp 18 triliun.

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR Daniel Mutaqien Syaifuddin menganjurkan PMN LPDP tidak sekadar ditujukan untuk pendidikan konvensional, melainkan juga ke pendidikan Akademi Militer (Akmil) dan Akademi Kepolisian (Akpol). "Saya mendukung pemerintah untuk investasi ke SDM, termasuk harapan saya adalah fokus juga ke pendidikan Akmil dan Akpol ini," ujarnya.

Daniel menjelaskan, prioritas terhadap Akmil dan Akpol patut dilakukan mengingat kehadiran mereka yang diapresiasi saat penutupan Asian Games 2018. Ia berharap, dengan alokasi PMN LPDP sebesar Rp 2 triliun ke Akmil dan Akpol dapat menambah kualitas SDM murid-murid di bidang militer dan kepolisian.

Baca juga, Defisit APBN Disepakati 1,84 Persen Terhadap PDB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement