REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Asian Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi menilai kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah cara paling efektif untuk menurunkan defisit neraca dagang. Diketahui, Indonesia mengalami defisit neraca dagang sebesar 4,09 miliar dolar AS secara kumulatif dari Januari hingga Agustus 2018. Sementara, defisit neraca migas sebesar 8,35 miliar dolar AS secara kumulatif.
"Cara yang paling cepat untuk turunkan defisit neraca dagang sebenarnya dengan naikkan harga BBM nonsubsidi dan BBM bersubsidi. Namun, itu bisa menaikkan tekanan inflasi dan ada risiko sosial politiknya," kata Eric ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (17/9).
Eric menjelaskan, kinerja dagang baik ekspor maupun impor pada Agustus 2018 mengalami penurunan. Kinerja ekspor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai 15,82 miliar dolar AS atau menurun 2,9 persen dibandingkan ekspor pada Juli 2018 (month to month/mtm). Sementara, nilai impor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai 16,84 miliar dolar AS atau turun 7,97 persen (mtm). Meski keduanya mengalami penurunan, nilai impor masih lebih besar dari ekspor sehingga kembali terjadi defisit.
Terkait kinerja perdagangan migas Agustus 2018, Eric mencermati defisit yang mencapai 1,66 miliar dolar AS. Dia mengatakan, dari sisi ekspor migas terjadi penurunan pada Agustus 2018 sebesar 3,27 persen (mtm) 1,38 miliar dolar AS. Sementara, dari sisi impor migas, terjadi peningkatan sebesar 14,5 persen (mtm) menjadi 3,05 miliar dolar AS.
"Impor migas naik terutama karena kenaikan impor minyak mentah akibat kenaikan volume maupun harga," kata Eric.
Hingga akhir tahun, Eric memperkirakan neraca dagang akan defisit berkisar 5 hingga 8 miliar dolar AS.