REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peternak meminta pasokan jagung diprioritaskan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan dalam negeri daripada ekspor. Alasannya, menurut Presiden Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi, para peternak unggas dan produsen pakan ternak masih terjerat pada harga jagung yang relatif tinggi.
Musbar juga mengatakan meski terjadi surplus panen, namun harga jagung ditingkat peternak dan produsen masih tinggi. Disebutkan, tahun 2018 ini pemerintah menargetkan produksi jagung sebanyak 33 juta ton, naik sekitar 10 juta ton pada tahun 2017. Sementara kebutuhan jagung untuk peternak dan pakan ternak sekitar 9 juta ton per tahun.
"Artinya, kalau kita hanya butuh 9 juta ton, sementara produksi nasional 23 juta ton (tahun 2017), harusnya harga jagung sekitar Rp 3 ribuan, tapi ini tidak pernah mencapai angka segitu, di atas Rp 3.700 sampai Rp 4.000 lebih," kata dia, Jumat (14/9)
Di sisi lain dia menegaskan bahwa keberadaan jagung sangat memberikan efek terhadap keberlangsungan sektor peternakan. "Kelangsungan hidup 1,8 juta peternak unggas nasional dipertaruhkan disini. Kalau tidak ada jagung, ayam tidak bertelor, suplai telor ke pasar kurang," jelas Musbar.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika menegaskan bahwa ekspor jagung yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah hal yang sudah biasa dan sudah berlangsung bertahun-tahun. "Kalau bicara ekspor jagung ke Filipina itu kan border trading area, masalahnya sederhana, jagung itu kalau dikirim dari Gorontalo ke Jabotabek jadi mahal, jadi di ekspor ke Filipina, ini sudah berlangsung puluhan tahun namun tidak terekspos, jadi bukan prestasi," ujarnya.
Ia mengatakan permasalahan jagung muncul ketika kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan ternak yang kurang. "Masalah ketersediaan muncul ketika jagung di Jawa tidak cukup, saran saya kalau pemerintah mau impor, ya impor saja, impor ini bukan hal yang haram, karena ada kebutuhan jagung untuk peternak," tuturnya.
Dikatakan Yeka, pemerintah harusnya bisa menghitung berapa besar keuntungan atau kerugian jika impor jagung dilakukan demi menekan harga pakan ternak. "Sekarang kalau impor jagung kan, dibilang ada kerugian karena menguras devisa, tapi harus dihitung juga, apakah sekian ratus ribu peternak ayam layer (petelur) dan broiler (daging) menderita karena pakan mahal terus didiamkan saja?" tuturnya.
Menurutnya, ketika harga jagung murah, baik impor ataupun berasal dari dalam negeri, maka manfaaat untuk dalam negeri juga besar. Menurutnya, tidak bisa membandingkan kerugian dan keuntungan negara berdasar pada satu hal saja.
Sementara itu, menanggapi masalah keberadaan jagung dan imbasnya pada pakan ternak, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Agribisnis Kemko Perekonomian Musdalifah mengatakan pihaknya melakukan koordinasi dengan semua sektor.
"Memang soal jagung kami sudah rapat bersama Kementerian Pertanian, mereka memaparkan bahwa ada sentra sentra produksi (Jagung), lokasi-lokasinya dimana saja, nah ini akan kita evaluasi,¿ ujarnya.
Musdalifah mengatakan evaluasi akan dilakukan Kemenko Perekonomian pekan depan dan akan terlihat langsung fakta sebenarnya. Menurutnya, Kemenko Perekonomian akan meninjau langsung ke lapangan soal keberadaan jagung ini.
"Saya kan tidak di lapangan, tapi ada teman-teman kementerian terkait, tapi nanti kita lihat saja, ditinjau bersama-sama, mengecek kembali data-data yang disampaikan, surplus di mana? Kapan panennya? dan lainnya," ujarnya.