Rabu 12 Sep 2018 19:55 WIB

Konsultasi Syariah: Hijrah Bisnis Sesuai Syariah

Hijrah berarti meninggalkan kebijakan/aktivitas yang tidak sesuai syariah.

Ilustrasi Pebisnis
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Pebisnis

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh oleh Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

 

Assalamualaikum wr. wb. 

Ustaz, saya sering mendengar istilah hijrah. Khusus dalam berbisnis, yang dipahami adalah meninggalkan apa pun yang tidak sesuai syariah. Seperti itukah makna hijrah ataukah ada keringanan dan boleh bertahap?  

Hamidah – Makassar

 

---

Waalaikumussalam wr wb.

Hijrah berarti meninggalkan aktivitas yang tidak sesuai syariah dengan aktivitas baru yang sesuai syariah. Hijrah, termasuk dalam ekonomi syariah, itu menjadi kewajiban. Hijrah dari bisnis konvensional itu harus dilakukan sekaligus. Kecuali jika dalam kondisi/sistem yang tidak memungkinkan, maka diperkenankan secara bertahap.

Kesimpulan ini berdasarkan telaah terhadap makna hijrah dalam ayat dan hadis Rasulullah SAW serta telaah terhadap makna tsawabit, fikih aulawiyat dan fikih muwazanah.

Sesungguhnya, hijrah berarti meninggalkan kebijakan/aktivitas yang tidak sesuai syariah dengan kebijakan/aktivitas baru yang sesuai syariah. Dalam bidang ekonomi, berarti meninggalkan kebijakan dan aktivitas ekonomi konvensional dengan kebijakan dan aktivitas baru yang sesuai syariah. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "… Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju." (HR Bukhari)

Seperti memindahkan deposito di bank konvensional ke bank syariah, menutup angsuran di leasing konvensional, melakukan alih kredit dari bank konvensional ke bank syariah, memilih asuransi syariah untuk memitigasi risiko kesehatan keluarga, menggunakan kartu debit syariah, dan menggunakan kartu kredit syariah. Juga berinvestasi di saham, sukuk, dan reksa dana syariah. Menjaga adab-adab sebagai pelaku dan pebisnis, menjaga adab-adab Islami dalam berbisnis. 

Hijrah dan memilih bisnis sesuai syariah itu menjadi keniscayaan setiap Muslim, sebagaimana firman Allah SWT, "Masuklah ke dalam agama Islam ini secara menyeluruh." (QS al-Baqarah: 208).

Pilihan ini untuk kepentingan pelaku bisnis dan masyarakat.  

Misalnya, pinjaman berbunga itu menzalimi peminjam karena menjadikan alat tukar sebagai komoditas dan debitur berkewajiban mengembalikan pinjamannya dalam kondisi apa pun; rekayasa dalam suply dan demand merugikan pelaku serta menghilangkan kepercayaan pasar kepada pelaku; suap menghilangkan produktivitas dan profesionalisme.

Bagaimana dengan konsekuensi hijrah? Ada dua kaidah dalam menerapkan aspek syariah, yaitu, pertama, dalam kondisi di mana aspek syariah bisa diterapkan sekaligus tanpa kebertahapan, maka harus diterapkan secara sekaligus. 

Kedua, dalam kondisi aspek syariah belum bisa diterapkan secara sekaligus, maka boleh menunaikannya secara bertahap, sebagaimana firman Allah SWT, "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …." (QS at-Tagabun: 16). 

Sebagaimana yang dikisahkan, suatu saat Abdul Malik berkata kepada Umar bin Abdul Aziz, "Wahai anakku, jangan tergesa-gesa! Sesungguhnya Allah menghapus keharaman khamar di dalam Alquran dua kali, sampai diharamkan oleh-Nya di kali yang ketiga dan aku takut jika aku ajak manusia ke dalam kebenaran sekaligus, mereka akan meninggalkannya sekaligus dan menjadi fitnah. Padahal, Allah SWT melarang/mengharamkan khamar secara bertahap." (Al-Muwafaqat karangan asy-Syatibi 2/94). 

Sebagaimana khamar yang diharamkan dalam beberapa tahapan, mulai menjelaskan bahwa khamar ada manfaat dan mudaratnya, sampai akhirnya ditegaskan oleh Alquran bahwa khamar haram dan harus dijauhi.  

Sebagaimana lazimnya kehidupan berkeluarga, sebagai seorang ayah, sebagai ibu, kehidupan berpolitik, dan sebagainya yang belum ditunaikan secara sempurna yang dalam beberapa kondisi karena hal yang tidak bisa dihindarkan. Akan tetapi, kebertahapan ini tidak berarti menunda-nunda atau menjadi rekayasa agar nilai Islam tidak bisa diterapkan, tetapi berikhtiar agar mendekati kesempurnaan. Wallahua’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement