Senin 10 Sep 2018 20:20 WIB

Pelemahan Rupiah tak Perlu Ditakuti

Tingkat inflasi yang rendah jadi bukti fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Pedagang menata barang elektronik yang dijual di pusat elektronik Glodok, Jakarta, Jumat (7/9). Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat mencapai Rp14.900 per dolar membuat harga barang elektronik di kawasan itu naik hingga 10 hingga 20 persen.
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Pedagang menata barang elektronik yang dijual di pusat elektronik Glodok, Jakarta, Jumat (7/9). Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat mencapai Rp14.900 per dolar membuat harga barang elektronik di kawasan itu naik hingga 10 hingga 20 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) meminta masyarakat tak perlu takut dengan pelemahan rupiah. Kepala Departemen Internasional Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan hal itu perlu dilakukan untuk menghindari hal negatif.

“Kita memang harus siap menghadapi penurunan rupiah ini, mau tidak mau. Tapi ini bukan merupakan hal yang baru. Tidak perlu ditakutkan, kalau wasapada iya,” kaya Iskandar dalam diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Senin (10/9).

Jika melihat kenbali krisis yang terjadi pada 1997-1998, menurut Iskandar saat ini secara historis bukan pertama kalinya neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Pada triwulan kedua 2013, kata dia, current account mengalami defisit minus 4,24 persen sehingga mengakibatkan neraca primer mengalami defisit besar.

Untuk itu Iskandar menilai terjadinya defisit pada neraca transaksi berjalan saat ini tidak perlu menciptakan ketakutan yang luar biasa besar. “Dibanding tahun 2013 yang angka defisitnya mencapai minus 4,24 persen, defisit neraca berjalan tahun ini yang mencapai minus 3,04 persen bukanlah merupakan sebuah krisis karena ada arus modal masuk atau capital inflow, kondisi itu menjadi tidak masalah,” jelas Iskandar.

Menurut Simorangkir, saat ini yang harus diwaspadai yaitu iklim global yang penuh ketidakpastian. Dia mengkhawatirkan nantinya situasi tersebut dapat memicu atau  menimbulkan capital outflow.

“Fenomena ketidakpastian ini memang fenomena global. Di Argentina yang kondisi ketidakpastian global telah memicu terjadinya krisis menjadi lebih berat. Dari awal Januari, mata uang Argentina terdepresiasi 49,62 persen kalau Turki 40,7 persen depresiasinya. Coba bandingkan dengan kita, depresiasi hanya minus 8,5 persen,” tutur Iskandar.

Simorangkir memastikan funfamental ekonomi di dalam negeri saat ini masih sangat kuat. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat inflasi yang masih rendah yakni 3,2 persen. Selain mewaspadai inflasi, dia memastikan pemerintah akan memperhatikan kondisi neraca perdagangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement