Kamis 06 Sep 2018 05:45 WIB

Pajak Impor Dinaikkan, Indonesia Yakin tidak Disanksi WTO

Pemerintah membatasi impor barang konsumsi dengan cara menaikkan pajak impor

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Petugas mengamati mobil-mobil impor yang telah diturunkan dari kapal pengangkut di Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta Utara, Kamis (3/4).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Petugas mengamati mobil-mobil impor yang telah diturunkan dari kapal pengangkut di Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta Utara, Kamis (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, upaya pemerintah untuk membatasi impor barang konsumsi tidak memicu sanksi dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Menurutnya, kebijakan tersebut masih dalam rambu-rambu yang diatur oleh WTO.

“Tidak usah dikhawatirkan karena itu sudah diproduksi dalam negeri dan itu sudah masuk rambu-rambu WTO. Ini PPh pasal 22, tidak melanggar WTO dan bisa dikreditkan,” kata Enggar di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (5/9).

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan juga menegaskan hal itu. Oke menjelaskan, ketentuan yang dapat memicu sanksi dari WTO adalah ketentuan yang mendiskriminasi.

Baca juga, Indonesia Kembali Dipaksa Tunduk oleh Amerika Serikat

Pemerintah resmi mengumumkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor terhadap 1.147 komoditas. Hal itu merupakan hasil peninjauan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132 tahun 2015, nomor 6 tahun 2017, dan nomor 34 tahun 2017.

Peninjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden. "Instrumen fiskal ini bertujuan untuk mengendalikan impor namun kami telah meneliti dengan detail agar tidak mempengaruhi atau memberikan pengaruh minimal pada sektor produktif," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Kemenkeu, Jakarta pada Rabu (5/9).

Sri merinci, terdapat 210 komoditas yang mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Komoditas tersebut di antaranya adalah barang mewah seperti mobil Completely Built Up (CBU) atau mobil secara utuh dan motor besar.

Baca juga, AS Tunda Tuntut Indonesia Rp 5 Triliun di WTO

Kemudian, 218 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik serta keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, dan peralatan masak.

Selanjutnya, 719 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Barang yang masuk dalam kategori ini adalah barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya, bahan bangunan seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement