Selasa 04 Sep 2018 22:10 WIB

Aprindo: Produk Elektronik Paling Terdampak Pelemahan Rupiah

Penguatan dolar AS harus dijadikan momentum untuk memberdayakan produk dalam negeri

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Suasana sebuah toko elektronika
Foto: agung supriyanto
Suasana sebuah toko elektronika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menuturkan, barang elektronik menjadi salah satu produk ritel yang akan mengalami kenaikan harga cukup signifikan akibat pelemahan dolar AS terhadap rupiah. Sebab, produk ini sangat bergantung pada impor, termasuk komponennya seperti baterai.

Tutum menjelaskan, kenaikan harga di ritel memang tidak merata. Produk yang impor secara penuh akan berpengaruh secara signifikan. "Selain elektronik, produk high end yang bermerek dan sepenuhnya impor juga akan meningkat," ucapnya saat dihubungi Republika, Selasa (4/9).

Tutum menuturkan, peningkatan harga di kalangan pengusaha ritel dipengaruhi oleh cara setting harga para pemasok dan industri. Kalau ritel menerima harga yang lebih tinggi dari penjual, maka ritel akan meningkatkan marginnya juga. Tapi, kalau penjual masih ingin bertahan, pelaku ritel pun tetap menjual dengan harga sama.

Peningkatan margin di saat penjual menaikkan harga adalah kebijakan mutlak. Sebab, menurut Tutum, pihaknya juga harus memenuhi komponen biaya ritel seperti gaji karyawan dan sewa.

"Pemenuhan ini kan didapat dari margin, keuntungan yang kami dapatkan. Kalau tidak ikut naik, angka akan turun dan kebutuhan sulit terpenuhi," katanya.

Untuk antisipasi kondisi ekonomi yang bergejolak ini, Tutum mengakui, harus ada perbaikan secara makro. Ini dikarenakan permasalahan penguatan dolar AS terhadap rupiah dan dampak ke pelaku bisnis sudah menjadi isu lama yang belum ada solusinya.

Tutum menjelaskan, penguatan dolar AS saat ini harus dijadikan sebagai sebuah momentum untuk memberdayakan produk dalam negeri. Dampaknya, ketika nanti dolar AS kembali bergeliat, tidak menjadi masalah besar bagi pengusaha termasuk pelaku ritel.

Lebih lanjut Tutum menuturkan, bergantung terhadap impor hanya membuat permasalahan serupa kembali terjadi nantinya. "Ini seperti pengulangan 1997 dan 1998. Sangat rentan dan disayangkan. Ini harus jadi momentum untuk manfaatkan lokal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement