Selasa 04 Sep 2018 16:17 WIB

Implementasi KPR DP Nol Rupiah Dinilai Perlu Diawasi Ketat

Penjualan properti tanpa uang muka dikhawatirkan berdampak sistemik.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nur Aini
Perumahan (ilustrasi).
Foto: foto : dok. Republika
Perumahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi kebijakan Bank Indonesia untuk relaksasi loan to value (LTV) yang membuka peluang uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dinilai perlu diawasi ketat. Penjualan properti tanpa uang muka dikhawatirkan membawa dampak sistemik.

Wakil Ketua Bidang Riset dan Hubungan Internasional DPD Real Estate Indonesia (REI) Jakarta, Chandra Rambey menyampaikan kebijakan pelonggaran tersebut memang menguntungkan tetapi tetap perlu diawasi ketat. Ia mengkhawatirkan menjual properti tanpa uang muka akan membawa dampak sistemik. Salah satunya menurunkan rasa kepemilikan.

Konsumen dinilainya tidak akan merasakan kerugian berarti jika pada akhirnya melepaskan properti. Properti pun bisa dipakai hanya sebagai instrumen investasi tanpa ditempati.

"Jika sudah seperti ini, perbankan yang kena getahnya, bisa kredit macet. Menjual kembali rumah itu sulit tidak seperti menjual kendaraan motor dengan DP rendah Rp 500 ribu," katanya di Jakarta, Selasa (4/9).

Chandra khawatir kelonggaran akan menjadi bumerang. Ia mengaku mendukung relaksasi namun sebagai solusi, pemerintah dan perbankan juga Bank Indonesia harus mengawasi kebijakan secara ketat. Karena gejolak di sektor properti akan berdampak pada perekonomian.

Sementara itu, Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage and Consumer Lending Division Bank Tabungan Negara (Persero), Suryanti Agustinar menyampaikan hingga saat ini BTN masih menyediakan dua skema DP KPR. Pertama, sebesar minimal lima persen untuk umum dan minimal satu persen untuk KPR yang bekerja sama dengan pemerintah, seperti rumah subsidi dan proyek sejuta rumah.

Menurut Suryanti, BTN menyambut baik kebijakan relaksasi hingga uang muka KPR Rp 0. Akan tetapi, ia mengatakan BTN tidak mengambil langkah tersebut. Hal ini untuk menjaga keamanan penyaluran pembiayaan dan menghindari kredit macet. Selain itu, menurutnya, konsumen memang perlu usaha dengan menabung untuk meningkatkan rasa kepemilikan terhadap properti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement