Selasa 04 Sep 2018 11:36 WIB

Rupiah Melemah, Pengusaha Tekstil Naikkan Harga Jual

Pengusaha menaikkan harga jual sebesar delapan persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas jual-beli.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Aktivitas jual-beli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut berdampak terhadap industri tekstil dan garmen dalam negeri. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menjelaskan, biaya produksi menjadi naik sehingga para pengusaha harus meningkatkan biaya jual hingga delapan persen. 

Ade menuturkan, kenaikan harga tersebut sudah diberlakukan sejak Senin (3/9) ketika rupiah sudah menyentuh Rp 14.800 per dolar AS. Kenaikan harga berlaku oleh hampir semua pengusaha tekstil dan garmen di Indonesia. 

"Ini efek dari cost kami yang naik," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/9). 

Biaya produksi untuk menjalankan bisnisnya bertambah dari segi bahan baku dan listrik yang juga dibayar dengan menggunakan dolar AS. Meski tidak menyebutkan persentase peningkatan cost, Ade menuturkan bahwa kenaikan tersebut cukup signifikan. 

Baca juga, Dibuka Melemah, Kurs Rupiah Langsung Berbalik Menguat

Dari seluruh pengusaha tekstil dan garmen, mereka yang berorientasi pasar domestik menjadi pihak paling terdampak. Sebab, mereka harus membeli bahan baku dari luar negeri dengan mata uang dolar AS, sedangkan penjualannya dengan rupiah. 

Sementara itu, untuk industri berorientasi ekspor tidak akan terlalu mengalami masalah. Sebab, dalam pembelian dan penjualannya, mereka menggunakan dolar AS. "Penguatan dolar tidak membuat gejolak pada bisnis mereka," tutur Ade.

Namun demikian, bukan berarti pengusaha berorientasi ekspor bisa cuek dengan kondisi saat ini. Beberapa industri mungkin memperoleh selisih kurs, tapi tidak seberapa dibandingkan beban pajak yang diterima. Dengan harga bahan baku yang tinggi, margin pun semakin kecil. 

Ade masih belum bisa memprediksi apakah peningkatan harga jual akan terus berlangsung. Sampai saat ini, para pengusaha masih melihat reaksi pasar. Kebanyakan di antara mereka memang wait and see atau menunggu beberapa saat sebelum bertindak.

Apabila kemampuan membeli masyarakat bisa naik, industri garmen dan tekstil bisa berlega hati. Sebaliknya, jika kemampuan konsumen tidak dapat ikut naik, pengusaha berada dalam kesulitan. "Apalagi sekarang semakin banyak barang jadi impor. Itu jadi pertimbangan konsumen, terutama pasar yang bergerak sebagai distributor," ucap Ade. 

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (3/9) sore melemah sebesar 126 poin menjadi ke Rp 14.815 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.689 per dolar AS. Salah satu penyebabnya adalah gejolak ekonomi di Turki dan Argentina yang turut membebani mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement